Lebih dari 2/3 bagian indonesia terdiri dari air laut. Belum
lagi sungai2 danau2 situ2 rawa2 dan berbagai lahan basah lainnya. 2/3 bagian
bumi juga berupa lautan. Demikian juga 55%-80% tubuh manusia terdiri dari air. Air
kebutuhan vital kehidupan. Karena itu sang pencipta membuatnya lebih banyak
dari daratan.
Sudahkah indonesia bertanggung jawab mengelola air untuk
rakyatnya? Kita tahu banyak mata2 air sudah dijual kepada pembuat air minum
kemasan. Sebagian perusahaan itu punya negara asing. Lalu rakyat dipaksa untuk
membelinya karena negara tak menyediakan air bersih untuk semua rakyatnya. Rakyat
tak lagi punya akses bebas terhadap mata airnya. Saya pernah membaca buku yang
saya beli lalu hilang dan belum ditemukan, judulnya kalau ga salah alam tak
seindah dulu lagi. Disaksikan bahwa untuk membuat pembangkit listrik bagi kota
medan, proyek pembangkit menembus hutan, membuat jalan, menutup mata2 air warga
desa yang mengering. Warga tak tahu mengeluh dan harus bagaimana. Hanya bisa
mengirim anak2nya untuk berjalan kaki puluhan kilometer untuk mencari air yang
dibawa dan tumpah2 di sepanjang jalan pulang. Sekolah? Jangan tanya, kapan bisa
ambil air kalau harus sekolah?
Rakyat yang terus miskin (86 juta masih menerima jamkesmas) dibuat
lebih miskin harus membeli air bersih yang vital bagi kehidupan. Rakyat yang
tak mampu membeli hanya bisa konsumsi air kotor dan tubuh rela ditempati
berbagai penyakit. Kemudian uang jamkesmas untuk mengobati penyakitnya yang tak
kunjung sehat bugar. Sedikitnya setiap tahun 100.000 balita mati karena diare!
Di serpong, banyak sekali situ. Tapi dulu. Sekarang tanah-tanah
diserpong dijual untuk dikeruk sebagai timbunan bagi perumahan2 mewah di
sekitarnya. Tanah lapisan yang justru subur tak laku untuk timbunan karena
banyak material lain selain hanya tanah. Dibuanglah tanah lapisan atas itu ke
situ2 di serpong. Tertutuplah situ2 sumber air itu. Senanglah perumahan2 itu
telah ditimbun dan bebas banjir. Rakyat kampung serpong bagaimana?
kampung di serpong yang tanah bawahnya dijual sebagai timbunan untuk lahan2 perumahan mewah di sekitarnya. lapisan tanah paling atas dibuang menutupi beberapa situ di sekitar sana. warga sulit melewati kampungnya sendiri karena jalanan penuh lumpur kalau hujan. tak peduli tetangga tak menjual tanahnya, persis di sebelah yang menjual bisa diambil tanahnya sampai kedalaman lebih dari 6m.
Lalu kita bisa apa?
Kita tentu saja menunjuk pada ilmuwan2, sarjana2, lembaga
pendidikan yang dianggap lebih pandai dan berpengetahuan dari rakyat tak kuliah
(hanya 4% penduduk indonesia lulusan sarjana). Sudah lebih dari 50 kali saya diundang
ceramah, seminar, atau presentasi dan diskusi di berbagai kampus negeri dan
swasta di berbagai daerah di sumatera, jawa, bali, kalimantan, sulawesi. Dan saya
bisa menyimpulkan kampus2 itulah pembeli air minum kemasan. Konsumen terbesar. Bayangkan
ada berapa puluh ribu mahasiswa dan staf pengajar di setiap kampus. Amat langka
kampus yang menyediakan air bersih siap minum yang berasal dari penyaringan
air. Secara tak langsung saya simpulkan, kampus2 itulah, lembaga pendidik bagi
rakyat untuk membeli air minum kemasan! Rakyat contohlah. Dengarlah lembaga
pendidikan tertinggi negara ini. Beli! Beli! Jangan kau minum air sungai kotor
itu!
Tetapi pernah satu kali saya diundang untuk mengajar 50
guru2 sekolah swasta di medan tentang rumah dan belajar gaya hidup ramah
lingkungan. Sekolah itu hanya terdiri dari 400 siswa saja. Tetapi sekolahnya
sudah bisa menyediakan keran untuk air siap minum. Guru-guru membawa botol
minuman masing2 untuk diisi ulang. Bahkan ada yang sampai membawa botol ukuran
2 liter. Tak mampukah ilmuwan2 di kampus2 bersiswa puluhan ribu orang membuatnya?
Tak sanggup? Jelas tak mungkin. Tak mau? Mungkin. Eh..bukankah kampus2 itu juga
menerima biaya dari pajak2 seluruh rakyat? Serendah itukah mentalitas kampus
dan pendidikan di indonesia sehingga menyediakan air bersih untuk warga
kampusnya saja belum mampu? Jangan tanyakan untuk rakyat di luar gerbang
kampus!
sekolah swasta nanyang medan dengan siswa 400 orang menyediakan fasilitas air minum untuk warga sekolahnya. saya lihat guru-guru membawa sendiri botol minum untuk diisi ulang. waktu itu hari libur, jadi saya tidak tahu bagaimana perilaku murid2nya. mudah2an juga sama seperti guru2nya
Hai mahasiswa, hentikanlah hanya jadi pembeli air minum
kemasan! Mulailah minta kampusmu sediakan air bersih dulu. Air minum kemasan
lah penyebab rakyat makin miskin dan bayi-bayi mati karena mata2 air terus
berkurang dan tak cukup memenuhi kebutuhan rakyat. Negara malas dan hanya
menerima upeti bayaran pajak dari perusahaan2 itu lalu dianggapnya selesai
urusan penyediaan air bersih. Negara apa pantas kita sebut yang bahkan
menyediakan air bersih saja tidak mampu? Negara besar? Negara kaya? Surga dunia?
BANGUN!....mahasiswa...BANGUN! suarakan air bersih untuk rakyat. Jangan diam
saja hanya karena kau mampu beli air minum kemasan lalu membuang begitu saja
plastik2 kemasannya.
Di salah satu acara kampus di taman MTQ di kota kendari,
bertebaranlah ratusan kemasan plastik air minum kemasan di lapangan parkir dan
rumput. Ini pendidikan apa? Di kampus yang memiliki gedung paling tinggi di
kota makassar, bertebaranlah berbagai jenis sampah di berbagai halaman dan
penjuru gedung termasuk sampah air minum kemasan. Ini pendidikan apa?
foto sampah2 (kemasan air minum) berserakan di lapangan MTQ dalam acara tentang menghemat listrik yang diadakan oleh kampus negeri di kota kendari
foto sampah2 berserakan di salah satu kampus negeri di makassar
Setelah banyak masyarakat adat tak dapat lagi mata air
bagian mereka, warga kampus berperilaku biadab mengotori bumi atas penderitaan
rakyat miskinnya. PBB menyebutkan bahwa hanya 8% komunitas adat dunia yang
memelihara 80% keanekaragaman hayati & kekayaan budaya dunia. Sementara kaum
terpelajar di indonesia merusak kampusnya sendiri! Ada banyak kampus di
indonesia yang berdiri di atas lahan basah yang dulunya air. Tapi saat ini air
ditimbun untuk didirikan kampus. Kampus paling terkenal di surabaya salah
satunya. Timbun saja. Lebih mudah. Air? Acuhkan saja. Hujan? Acuhkan saja. Tidak
usah ditampung kelola. Banjir? Itu rakyat, bukan area kampus. Biarkan saja. Air
bersih? BELI! Belilah wahai rakyat ke
perusahaan asing yang lebih pintar dan jumlah penduduk pembeli air minum
kemasannya jauh lebih sedikit dari kita.
rumah petani sederhana di dekat pantai watu kodok, gunung kidul yang menampung air hujan dari atap rumahnya untuk kebutuhan sehari-hari. volume bak penampungan sekitar 10 m3.
Bahkan di negara yang penuh hujan seperti ini saja air
bersih tak tersedia cukup. Jangan tanya ke mana pemerintah. Jangan tanya ke
mana pemimpin. Tapi wahai rakyat dan mahasiswa, diam sajakah terus kita? Jahit saja
mulut kita? Air adalah kehidupan. Sudahkah kita mati?
(catatan ini atas penyadaran teman yang juga klien kami
(studio akanoma) dari lembaga pendidikan lingkungan bernama ocean of life
indonesia)
(mari juga terus dukung walikota bandung saat ini yang juga
sudah mulai menyentuh aspek penyediaan air bersih bagi rakyat bandung)
cimahi, 29 oktober 2013
yu sing
2 komentar:
Budaya bersih sudah terlupakan , apakah gambar diambil dalanm kehidupan sehari hari , atau habis ada acara???
untuk memulai sesuatu yang baik tidak ada kata terlambat...!
artikel yang bagus...!
makasih.. salam...!
Posting Komentar