24.4.16

tata ruang kota


Ngobrol dengan guru yg klien yg juga teman yg seorang ahli biologi dan juga orang konservasi serta paham burung2 indonesia juga kehutanan yang jagoan mendampingi petani lebih maju serta tukang kopi dan lain2 dan sebagainya.
Entah dia ini manusia atau bukan.
Diagram atas:
Kota yang menyingkirkan segala pendukungnya jauh2 dari (pusat) kota.
Akibatnya kekacauan kemacetan dan pemborosan energi transportasi, waktu, tentu juga produktivitas.
Diagram bawah:
Semua elemen pendukung kota saling berdekatan.
Orang miskin dan pekerja kelas menengah juga tinggal di dalam kota. Tidak disingkirkan. Karena kota butuh pegawai bersih2..tukang sampah...kurir...karyawan pekerja..pkl..
Lebih ekologis karena emisi karbon lebih rendah.
Semakin mereka dijauhkan semakin macet. Tidak produktif. Dan tentu yg miskin tambah miskin.
Bukan hanya orang. Tapi sebisa mungkin segala kebutuhan kota jangan jauh2. Walau mungkin juga tidak terlalu dekat.
Upaya2 ini sebetulnya sudah berupaya dilakukan dengan kawasan fungsi campuran. Ya kantor. Ya pusat belanja & hiburan. Pasar sayur. Toko kue. Ya juga rumah. Tapi rumah2nya di gedung2 tinggi itu tidak terjangkau oleh pekerja kelas menengah bawah.
Catatan buat sy ingat.
Bukan hanya soal kota.
Diagram itu juga berlaku dlm soal2 lain.
Misal pendekatan solusi2 mikro per rt dalam mengatasi sampah. Dll.


Kiri adalah newyork dengan central park nya.
Sepertinya kota2 di indonesia tidak dirancang seperti central park.
Walaupun kadang ada juga kota yang punya taman hutan raya atau kebun raya, lebih banyak kota2 di indonesia, terutama kota besar dirancang dengan taman2 yang menyebar. Kecil2 dan banyak. 
Syaratnya undang2 adalah 30% dari luas kota harus berupa ruang hijau, terdiri dari 20% ruang hijau publik & 10% privat.
Bagus sih sbtulnya kecil2 tp menyebar. Tapi persoalan besar adalah sulit menjaganya. Nyatanya kota2 bertumbuh lalu ruang hijau menyusut. Bandung jakarta hanya bersisa sekitar 10% saja. Surabaya perkecualian krn sudah mendekati 30%. Itu prestasi besar. Banyak kota2 kecil memang rth 60%. Tp blm terbukti akan terus bertahan kalau kota makin bertumbuh.
Saya coba alternatif kanan. Jangan hanya 1 central park. Juga jangan banyak mikro2 rth.
Tapi pencampuran dari itu.
Banyak alun2. Tdk 1 alun2. Lalu ada koridor hijau yang lebar yang menyatu dengan koridor biru sebagai sumber air bersih kota.
Di dalam blok2 kota juga tentu ada taman2 kecil bisa memusat bisa menyebar juga.
Juga banyak danau2 lahan basah. Dan karena blok2 kota terpisahkan oleh koridor2 hijau..antar blok bisa saja terhubung oleh jembatan layang.
Mungkin menarik kalau ada kota yang bisa demikian. Bayangkan koridor hijau lebar dan menerus di seluruh kota. Itu juga sebagai jalur transportasi hijau. Sepeda. Sepeda listrik. Cable car. Air bersih dekat ke sumber. Air hujan dikelola di semua pelosok kota. Keterhubungan ruang hijau, biru di kota ini bisa membuat kotanya sangat ramah. Interaksi sosial sangat kuat. Aktivitas2 warga berkumpul setiap hari di koridor hijau. Piknik. Nonton. Bakar jagung. Anak2 mancing. Bapa2 merajut. Ibu2 main catur. Iya nyatanya memang perempuanlah pengontrol dunia ini. Laki2 yang disuruh susahnya.
Tapi tetap warga kota bahagia. Ekosistem bahagia. Air bahagia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar