17.9.14

enhancing eco-friendly building material in Asia's traditional houses

wawancara yu sing dari studio akanoma dengan yasmin tri aryani dari www.asiagreenbuildings.com

Berikut ini daftar pertanyaannya:
1. Most of your designs are using natural material (wood, bamboo, etc.) which is also widely used in Indonesia’s traditional houses, what makes you choose natural material?

saya sedang mengamati interdependensi antara alam - budaya - arsitektur.

dalam byk kasus..alam terjaga justru krn manusia bergantung, membutuhkan, dan memakai (material) alam. sbg contoh sederhana....kampung adat sunda sampai sekarang masih pakai bambu utk rumah maupun perkakas. maka sampai hari ini bambu masih ditanam luas dan dilestarikan.

sebaliknya...di ambon, sagu sudah tidak lagi jadi makanan pokok, byk pohon sagu masih kecil sudah ditebang, dan kita tdk mendengar lagi bangunan dari kayu sagu. padahal saya temukan data masjid wapauwe di sana dibangun pakai kayu sagu pd tahun 1414

2. In your opinion, are materials in traditional houses could be considered as eco-friendly material? Why?

berhub dg no.1. penggunaan material alam yang ada di sekitar, bukan yang didatangkan dari jauh, membangun hubungan yg kuat antara masyarakat dengan alamnya. material alam energi terkandungnya (embodied energy) sangat rendah. budaya pertukangan masyarakat juga dapat berkembang. pengetahuan ttg material alam pun dapat terjaga

3. From all kind of natural materials you have tried and used in your design, which one do you think the most eco-friendly and why?

yg plg eco friendly itu material alam yg ada di sekitar proyeknya. tdk hanya digunakan..tetapi juga menyediakan lahan di dalam proyek utk menanam material tsb kalau itu dari pohon. energi transportasinya menjadi sangat rendah. hubungan manusia dengan alam sekitarnya menjadi kuat.
karena itu setiap proyek dan lokasi bisa berlainan.
material alam yg didatangkan dr tempat yg sangat jauh menjadi kurang eco friendly...walaupun belum tentu total energinya lebih besar drpd material industri manufaktur besar (yg seringkali juga jauh dr lokasi proyek)

4. With a lot of new synthetic materials which offer a new range of possibility in creating any kind of shape and texture, do you have a special strategy to make your client accept your choice of natural materials? How do you convince them?

dalam banyak contoh, bila sumber daya alam masih memungkinkan/menyediakan, material alam misal kayu, bambu, batu, tanah...dalam jangka panjang seiring usia penggunaan, materialnya semakin berkarakter. kadang malah lebih indah. sebaliknya..material hasil industri manufaktur....semakin lama kualitas dan keindahannya semakin menurun.

karena itu...ketika kita banyak pakai material alam misal kayu, maka saya juga mendesain lahan terbuka di setiap proyek, dan menyarankan klien untuk menanam pohon kayu. sebagai tg jwb moral pribadi mengembalikan ke alam apa yang telah diambil. (memang tdk semua klien menuruti, pada akhirnya tetap klien yg bertg jwb atas lahannya sendiri. walau demikian, ckp byk klien juga yg sedikit demi sedikit semakin menghargai pohon dan menanamnya)

5. Which one do you think the most interesting traditional house of Indonesia that has inspired your design until now? Why?

sy belum tahu banyak. karena indonesia punya banyak sekali varian rumah tradisional. ada lebih dari 400 etnik. tiap etnik bisa berbeda. kadang ada kemiripan. 1 etnik yg sama kadang ada juga bbrp varian rumah tradisional/vernakular. cukup sulit mencari data itu di sini. terutama etnik2 yg kurang dikenal.

tetapi perlahan2 saya mencari tahu mengapa dulu rumah tradisional/vernakular itu dibuat spt itu. bagaimana hubungannya dengan iklim dan cuaca. dengan kondisi alam. dengan sumber daya alam sekitarnya. dengan kepercayaan spiritual masyarakatnya.

lalu saya belajar mengambil pelajaran dari situ. apa yng bisa langsung ditiru. apa yg perlu disesuaikan dgn kondisi masa kini. apa yg bisa diubah dgn inspirasi yg berakar kepada konteks lokal

6. Do you think building material in Asia’s traditional houses should (and could) be applied to the recent house design (regarding to the different way of life, the change of climate, etc.)? Explain your argument.

ya tentu saja. spt telah sy jelaskan sblmnya...masyrkt tdk hanya melihat itu sebagai material. tapi ada hubungan yg kuat dg alam. dlm bbrp kasus byk kepercayaan2 lokal ttg bbrp jenis kayu tertentu tidak boleh dipakai untuk lantai supaya penghuni tidak sering sakit.kayu jati tidak boleh berdekatan dengan kayu kelapa misalnya. saya belum menemukan penjelasan logisnya.
tetapi ini menjelaskan pengamatan dan interaksi yg lama sekali antara manusia dg alamnya. interdepensi ini yg membuat lingkungan hidup masa lalu lbh nyaman. lbh hijau. lbh ekologis. lbh lestari. bisakah kita perlahan2 mengembalikan kelestarian alam tsb sambil mencapai kenyamanan lingk hidup? dlm byk kasus rumah dan karya akanoma yg kami buat, ternyata bisa. walau baru dlm skala mikro.


7. The exploitation of nature has been a significant issue in Indonesia, how do you collect the natural materials for your design? Do you only reuse or recycle the existing material?

selama msh ada material bekas yg bs digunakan kembali, dan klien bisa diajak utk menyukainya, kami selalu menggunakan material bekas. kalaupun ada material alam yg baru misal kayu, msh agak sulit menemukan kayu bersertifikasi di indonesia, maka sy menyarankan klien menanam pohon kayu di lahannya. tidak harus pohon yang sama karena kadang kondisi dan ukuran lahan yg tdk memungkinkan utk pohon2 yg terlalu besar.
kadang juga saya mencari dan memakai jenis2 kayu yg selama ini hanya dipakai sebagai alat bantu konstruksi atau kayu bakar, misal kayu aren atau dolken, dan mencari tahu bagaimana menggunakannya sebagai material utama. atau material kayu atau bambu bekas alat bantu konstruksi di proyek tsb kami gunakan kembali sebagai bagian dari elemen arsitekturnya di proyek itu

8. Are there any significant differences between the application of natural construction materials in Indonesian houses and in other Asian counterparts?
saya rasa secara umum banyak kemiripan kondisi alam dan iklim indonesia dg bagian asia lain walau tdk semua. tapi yg ceritakan di atas adalah prinsip2nya. bukan jenis material tertentu. prinsip2 itu mestinya bisa diuji dan dipraktekkan di banyak tempat. sangat menarik ketika mendengar langsung dari para tukang bagaimana mereka terkejut dengan material2 alam sederhana yg kami pakai, yg dulu sebetulnya mereka juga pernah pakai tapi sudah ditinggalkan sejak beralih terlalu banyak bergantung kepada toko material industri. dan mereka dengan senang ingin menggunakannya juga di rumah mereka di kampungnya kelak. membangun interdependensi alam-budaya (manusia)-arsitektur saya rasa masih akan menjadi proses yang sangat panjang. sudah terlalu banyak kekayaan dan kebaikan alam kita tinggalkan dan lupakan.

http://www.asiagreenbuildings.com/traditional-houses-indonesia-preserving-nature-eco-friendly-building-materials/

18.7.14

rumah menara angin, bsd, tangerang.

Lokasi lahan berada di sudut, dalam perumahan bumi serpong damai yang cukup mewah. Semula kami desain rumahnya seperti terasering sawah. Atas sawah, bawahnya rumah. Idenya dari foto keluarga pemilik lahan dengan pemandangan sawah2. Mereka suka pemandangan dan suasana alam. Namun batal, karena terlalu mahal. Kebutuhan ruangnya ingin sehemat mungkin. Hanya 1 lantai saja. sederhana. tanpa ingin menjadi mewah. bahkan mungkin menjadi antitesa dari kemewahan rumah2 sekitarnya.

Lalu desain direvisi lebih sederhana. Massa tipis memanjang di kedua sisi lahan yang menghadap jalan. Ruang2 berbatasan dengan selasar yang berfungsi sebagai teras terbuka ke arah kebun di dalam. Ventilasi dan cahaya alami menjadi lancar.

Kemudian atap miring di luar dan di dalam beda ketinggian agar menambah ventilasi di antaranya, juga setiap ruangan diberikan menara. Atap menara dari kaca untuk menambah cahaya. Udara panas juga mengalir ke atas melalui puncak menara2 angin. Ruang relatif lebih dingin.

Sejak awal semua ruang termasuk ruang tidur utama tidak dipasang pendingin udara. Hanya ada 1 pendingin udara bekas rumah lama, dipasang di antara 2 kamar anak. Itupun sekarang sudah tidak suka dinyalakan karena rumah sudah cukup adem. Tentu juga lebih sehat dan hemat listrik.

Di pintu depan, ada tambahan massa 2 lantai dari baja menyerupai kontainer. Fungsinya sebagai ruang produksi kue2 kering yang jadi profesi ibu pemilik rumah. Lantai 2 ruang terbuka yang mungkin berkembang menjadi kafe kue. Baja seperti kontainer dipilih karena hemat lahan, bersih, dan tahan berbagai benturan yang mungkin terjadi dalam proses produksi yang bisa cukup sibuk.













































Kebun di dalam rumah dijadikan sawah ladang oleh pemilik. Berbatasan dengan kolam ikan mujair nila yang airnya dapat dipakai untuk siram sawah. Sayangnya ketika hampir panen, sawah diserang wereng dan tikus. maklum belum pengalaman. juga belum/tidak mau bergantung pada obat kimia.

Arsitek: studio akanoma
Tim desain: yu sing, anjar primasetra, mahasiswa magang (lupa namanya)
foto: kristoporus primeloka
kontraktor tidak saya tulis karena setelah cukup lama dan proses yang sangat sulit, tidak dapat menyelesaikan, lalu dilanjutkan sendiri oleh pa seng pemiliknya.
Padalarang, 18 juli 2014
yu sing

rumah produksi samsara pictures, jakarta selatan.

Rumah kreatif. Seperti itu kira2 yang perlu didesain. Ruang pencarian ide. Bermain-main. Kantor informal. Sekaligus serius dalam penggarapan produksi2 film maupun iklan dan lain2 yang menjadi fungsi utama rumah produksi ini.

Lokasi lahan menghadap barat, maka bangunan dibagi menjadi 2 massa besar kiri kanan memanjang hadap utara dan selatan. Sisi barat untuk kamar mandi dan balkon. Panas matahari yang berlebih telah dikurangi cukup banyak. Bagian tengah massa adalah ruang jembatan. Lantai bawah untuk teras. Lantai atas ruang duduk informal. Sebetulnya fungsi2 ruang tidaklah sekaku itu. Ruang duduk suatu saat bisa menjadi latar produksi iklan produk tertentu. Juga ruang2 lain.

Sesuai fungsinya sebagai rumah produksi, perlu banyak variasi suasana agar memberikan kemungkinan latar gambar video menjadi beragam. Massa kiri/utara cukup besar 2 lantai dibangun menggunakan scaffolding (alat bantu konstruksi) sebagai struktur utamanya. Massa ini berfungsi sebagai ruang workshop dan produksi. Massa tengah berstruktur baja, dengan anak tangga kayu yang dipasangi per dan digantung angklung agar berbunyi setiap anak tangga diinjak. Massa kanan/selatan sebagai kantor2 berstruktur beton 2 lantai dan ditumpangi massa berstruktur kayu di lantai 3 yang dibuat panggung di atas kolam. Fasade depan massa beton dijadikan dinding panjat tebing untuk tempat melepas penat tim kerja rumah produksi ini.

Pilihan2 material dalam keseluruhan bangunannya mempertimbangkan kemudahan perawatan dalam arti relatif tidak perlu dijaga mulus kilap, mengingat aktivitas dan lalu lalang kegiatan yang sangat tinggi dalam waktu2 tertentu, juga terutama dipilih untuk penghematan anggaran konstruksi yang cukup ketat.














































Arsitek  : studio akanoma
Tim desain: yu sing, wilfrid, peter antonius, benyamin narkan
Kontraktor: thomas suwanto
Foto: kristoporus primeloka

padalarang, 18 juli 2014
yu sing