22.6.11

stasiun riset orangutan kalimantan

ini merupakan karya sayembara stasiun riset orangutan di kalimantan barat.

walaupun cuma pemenang ke-4, kami puas sekali dengan proses desainnya.

desainnya menyenangkan karena menemukan cara baru dalam mengkinikan arsitektur nusantara.

bagi kami, arsitektur tradisional perlu terus dikembangkan, tidak hanya berhenti, mati, lalu fotokopi tanpa perubahan. budaya itu proses. hidup. senantiasa berkembang. tentu juga karena konteks jaman yang sudah berbeda. jadi, selain pelestarian (karya masa lalu), juga perlu pengembangan.

dan dalam prosesnya ada reinterpretasi. penerjemahan nilai2.

dalam karya ini, kami membuat desain atas dasar makna2 kehidupan yang lebih luas. melampaui (fungsi) arsitektur. arsitektur bisa menjadi medium bagi makna kehidupan yg lbh luas. karena begitu juga arsitektur tradisional. nenek moyang kita menitipkan banyak makna (hidup) lewat berbagai elemen arsitektur (sebetulnya dlm banyak aspek, misalnya motif, tenun, batik, ukiran, dongeng, lagu rakyat, dll selalu penuh makna).

pembentukan arsitektur melalui pemaknaan sesuai konteks jaman dan lokasi serta fungsinya.

menghidupkan kembali arsitektur nusantara. seperti menciptakan arsitektur vernakular baru.

salam

yu sing




























7.6.11

reinterpretasi rumah panggung

lokasi di jalan antena IV, radio dalam, jakarta selatan, di permukiman cukup padat.
rumah didesain seperti rumah panggung dengan struktur kayu kelapa. ruang-ruang bawah berupa ruang terbuka menyatu dengan kebun, yang dapat berfungsi sebagai ruang sosial. ruang keluarga didekatkan dengan pohon salam eksisting yang menembus ke atas. sebagian material merupakan material bekas rumah lama yang digunakan kembali (kayu-kayu, genteng, teraso). ruang-ruang privat di lantai atas berupa ruang di bawah atap agar ketinggian rumah relatif pendek dan biayanya lebih murah.
tim desain: yu sing, benyamin narkan, eguh murthi pramono, iwan gunawan
sebagian foto-foto awal: bambang purwanto [laras edisi 270, juni 2011]




















reinterpretasi rumah betang

ini karya pertama saya & tim di tanah kalimantan,
yang langsung berkencan dengan ketakjuban pada rumah panjang suku dayak.
untungnya pemilik rumah bersedia dan akhirnya bangga akan rumahnya yang terinspirasi oleh rumah panjang, walaupun mereka bukan suku dayak.
struktur rumah dari kayu ulin bekas, sebagian besar material kayunya pun kayu bekas yang digunakan kembali. proses membangunnya menjadi panjang, sambil menunggu kayu2 bekas di pasaran pengepul kayu, walaupun akhirnya sebagian kecil [rangka pergola halaman parkir] pakai kayu baru.
sisi kiri merupakan bangunan kantor yang fasadnya mentransformasi motif dayak akar betaut, yang maknanya persatuan dan kesatuan umat manusia. Belajar dari arsitektur tradisional memang seringkali menitipkan makna2 kehidupan yang lebih luas melalui berbagai hal, salah satunya pada elemen arsitektur.

tim desain: yu sing, benyamin narkan, christian lesmana, eguh murthi pramono, iwan gunawan.
tata lampu: ian
foto-foto: pak heru (pemilik) di pontianak