24.12.08

Aku Cinta Indonesia [Timur]

Hari Minggu kemarin adalah hari yang sangat menyenangkan. Karena begitu banyak kejutan menyenangkan yang saya temukan tanpa sengaja. Saya menemukan 2 buku sekaligus tentang Indonesia di Gunung Agung BIP Bandung. Obyek Wisata Nusantara (sayang sampulnya sudah terkelupas, bukunya tinggal 1) dan Kain untuk Suami tentang tenun tradisional Nusa Tenggara Timur tulisannya Fenny Purnawan dengan foto-foto cantiknya Poriaman Sitanggang. Saya memang mencintai segala hal tentang Indonesia. Budaya, Arsitektur, Bahasa, Alam, Kain, Kerajinan, Musik Tradisional, Kuliner, Kopi, semuanya. Kecuali pemerintahannya! Sebagian besar busuk, egois, garang, bossy, sempit, lambat, konyol. Sebagian kecil orang-orang hebat dan baik yang ada tidak mampu merubah gerombolon orang-orang busuk pemerintahan. Konyolnya mereka sudah dapat dirasakan melalui pelayanan sejak kelas kelurahan atau kecamatan. Atau bahkan bank sebesar BRI.
Pemerintah (orang-orang hebat dan baiknya) pusing minta ampun menghadapi berbagai masalah dan ketinggalan yang menumpuk di tanah air yang semua orang bilang kaya ini. Dan masih harus berhadapan dengan gerombolan orang-orang konyol egois yang tidak mau berubah. Harusnya profesional saja. Tidak usah pusing. Orang-orang konyol dan tidak produktif di semua jajaran pemerintahan dipecat saja semuanya. (Heran, saya tidak pernah mendengar pegawai negeri sipil dipecat). Masih banyak orang baik yang lebih layak untuk mampu melayani masyarakat dengan baik. Pemborosan anggaran negara yang terbesar menurut saya adalah korupsi terselubung para PNS yang digaji rutin tapi tidak bekerja (gaji untuk gerombolan konyol). Yah, lebih baik mereka tidak bekerja. Karena kalau mereka bekerja, bukannya urusan beres, malah tambah masalah baru.
Selain memecat gerombolan konyol, mungkin lebih baik kalau pemerintahan juga dibagi 3 saja. Ada pemerintahan Indonesia Barat, Indonesia Tengah, Indonesia Timur. Bukan apa-apa, sudah terbukti kok pembangunan tidak merata, tidak adil, tidak seimbang. Pemerintah yang ada selama ini sudah cukup kewalahan menghadapi berbagai permasalahan bertubi-tubi yang memusat di Barat, yang juga tidak kunjung selesai. Padahal di sudut Timur nan jauh di sana, ada masyarakat desa yang sederhana, miskin, polos yang mampu membuat kain yang agung, kaya, penuh makna keindahan yang abadi. Dan mereka tetap miskin. Mereka adalah para pahlawan budaya miskin. Terkikis keterasingan menuju kepunahan. Raksasa Ironi Negaraku. Segala sumber kekayaan akan musnah, padahal masyarakat saja belum merasakan apa itu sejahtera. Dan kalau semua sumber kekayaan dan keagungan musnah, semakin jauh masyarakat sejahtera. Semakin sulit. Anugerah Tuhan yang maha besar terlanjur tersia-sia.
Mari cintai Indonesia [Timur]! Jangan biarkan segala keagungan dan kekayaannya musnah! Tolong bilang pada pemerintah (hebat & baik), pecat saja semua pemerintah konyol. Maka Indonesia akan menjadi kaya, seperti seharusnya. Takdir dari Sang Pencipta. Kalau perlu, bentuk pasukan elit panca indera. Pasukan elit yang lebih hebat dari CIA. Syaratnya cuma satu. Panca Inderanya normal. Mata bisa melihat. Hidung bisa mencium. Telinga bisa mendengar. Kulit bisa meraba. Lidah bisa merasa. Lihat, cium, dengar, raba, rasa : Dalamnya, Luasnya, Kayanya, Agungnya INDONESIA kita.
Ahh, kopi wamena papua yang kuminum kemarin telah membuatku mabuk kepayang….
15 desember 2008
yu sing

29.11.08

bernafas

ini adalah desain sayembara rumah sakit akademik UGM Yogyakarta. Sebetulnya ini pertama kali saya mendesain rumah sakit. Dan beruntung dinobatkan sebagai pemenang ke 5. Tim desain: yu sing, benyamin narkan, eguh murthi pramono, iwan gunawan, novi yulianti.
Idenya adalah memakai konsep bernafas sebagai sumber inspirasi desain. Ada juga korelasi antara konsep bernafas tersebut dengan jaringan paru-paru manusia, tata bangunan, dan bentuk adaptasi batik kawung terhadap tampak seluruh bangunan rumah sakit ini.

28.11.08

Pendidikan arsitektur milik siapa?

Ahmad Djuhara pernah berkata bahwa arsitektur yang hebat dapat dilahirkan karena adanya klien yang hebat. Tetapi yang perlu dipertanyakan adalah seberapa banyak klien yang hebat itu sudah ada. Semakin banyak klien yang hebat itu ada, maka akan semakin banyak arsitektur yang hebat itu dilahirkan. Semakin banyak arsitektur yang hebat dilahirkan, maka wajah lingkungan hidup sehari-hari akan semakin indah dan menyenangkan untuk dihidupi. Dan akan semakin banyak pula arsitek-arsitek hebat dilahirkan di Indonesia.

Bagaimana agar klien yang hebat menjadi semakin banyak? Pemahaman masyarakat tentang arsitektur harus semakin baik, semakin luas, semakin mendalam. Semakin masyarakat melek arsitektur, tahu apa itu arsitektur, tahu seperti apa luasnya arsitektur, semakin banyak klien yang hebat akan dilahirkan. Tidak ada jalan yang lebih cepat dari itu. Dan pendidikan arsitektur kepada masyarakat mungkin merupakan jawabannya.

Pendidikan merupakan hak semua orang, karena segala kebenaran adalah kebenaran milik Tuhan. Barangkali sudah bukan waktunya lagi pendidikan arsitektur dibelenggu oleh dinding-dinding sekolah arsitektur. Barangkali sudah waktunya masyarakat Indonesia diberikan pendidikan arsitektur secara benar, luas, dan mendalam. Sama seperti pengetahuan yang didapatkan oleh mahasiswa arsitektur di sekolah-sekolah arsitektur.

Bila media arsitektur (yang saat ini sudah ada sedemikian banyak) dilibatkan untuk memberikan pendidikan arsitektur, akan menjadi sangat menyenangkan. Media arsitektur pun tidak akan lagi terjebak dan terseok-seok membahas hanya “tren arsitektur” yang sempit. Dosen-dosen, praktisi, dan penulis arsitektur dapat bekerja sama untuk memberikan materinya kepada media arsitektur. Antara media arsitektur yang satu dengan yang lainnya tidak akan bersaing untuk membahas hanya satu wajah arsitektur tertentu yang sama. Karena arsitektur memiliki banyak wajah. Arsitektur akan menjadi lebih menyenangkan bila pendidikan arsitektur menjadi milik masyarakat.
28 november 2008
yu sing

30.10.08

SUPERIMPOSED, eksperimen dekonstruksi sederhana














Proyek : Rumah Pandawa 1
Luas Tanah /Luas Bangunan : 234M2 / 260M2
Tim Desain : GENESIS : yu sing, benyamin narkan, teguh radena


Rumah ini merupakan salah satu contoh desain yang menyatu dengan bentuk lahan yang spesifik. Karakter pemilik yang merupakan pasangan muda dengan keberanian untuk tampil berbeda merupakan dasar pijakan bagi keputusan-keputusan yang diambil dalam proses desain. Ketika mereka baru membeli rumahnya, klien kami berencana untuk merenovasinya dengan menambah kamar tidur pada area taman di lantai 1. Kami menyarankan untuk merenovasi saja rumahnya menjadi 2 lantai, agar kualitas ruang-ruangnya menjadi lebih baik, serta dapat merasakan rumahnya seperti rumah baru yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter mereka. Dan akhirnya mereka setuju, bahkan meminta kami untuk memberikan desain yang unik, ekstrovert, dan berbeda dari rumah-rumah di sekitarnya. Pada awalnya rumah ini akan direnovasi menjadi 2 tahap pembangunan.

Fasade rumah terdiri dari 3 kotak ruang utama yang saling berdialog. Kotak ruang pertama merupakan rumah eksisting yang memang sudah dua lantai, yang direnovasi tampaknya menggunakan deretan kayu dolken bekas perancah pada waktu proses konstruksi. Kotak ruang kedua, yang dilapis lime stone, diletakkan sejajar dengan batas lahan yang berbentuk trapezium, yang sisi miringnya di bagian depan. Kotak ruang ketiga, yang dilapis water proofing warna hitam, ditumpuk di atas kotak ruang kedua, lalu dirotasi 3 dimensi untuk menghubungkan kotak pertama dan kedua. Kotak ruang yang massif dan miring ini diletakkan melayang di atas pintu masuk sehingga memberikan pengalaman ruang yang sedikit menegangkan. Ekspresi kotak-kotak ruang yang terpisah dan saling bertumpuk dapat terlihat sangat jelas pada tampaknya, hal ini juga merupakan salah satu solusi agar pemilik dapat merenovasi rumahnya dalam beberapa tahap bila diperlukan.(biaya untuk membeli tanah dan rumah eksisting cukup besar).

Rumah didesain mengalir dengan sistem split level dan menyatu dengan taman di tengah rumah. Ruang keluarga diletakkan di belakang, menghadap ke arah inner court. Atap beton di atas ruang keluarga dimanfaatkan sebagai taman dengan whirpool dan bar. Atap bar dilapis bilah bambu untuk memberikan suasana alami. Keberadaan taman di tengah rumah dan di atas ruang keluarga dapat mempengaruhi suhu rumah menjadi lebih sejuk. Selain itu, cahaya dan ventilasi alami juga dapat mengalir ke setiap ruang dengan lebih baik. Renovasi yang cukup ekstrim terhadap fasade maupun tata ruangnya memberikan suasana dan pengalaman ruang yang baru dan unik.
agustus 2007,
yu sing

RUMAH MIRING














Rumah saya ini merupakan rumah sederhana dengan luas bangunan 100 m2, luas lahan 136.5 m2. Rumah ini didesain sebagai eksperimen desain rumah murah yang minim perawatan. Selain itu juga akan menjadi semacam riset untuk beradaptasi terhadap iklim tropis dengan percobaan eksekusi detail semurah mungkin. Riset dan eksperimen berkonsentrasi pada pemanfaatan material semen. Seluruh dinding akan dilapis oleh acian semen ekspos. Namun agar lebih murah, semua aciannya dicampur oleh mil (serbuk kapur) dengan perbandingan 1 semen : 4 mil. Campuran semen dengan mil akan mendapatkan warna acian yang lebih muda dan tentunya menghemat banyak pemakaian semen. Dan karena campuran tersebut, karakter acian semen menjadi lebih lunak sehingga akan mengurangi retak rambut akibat muai susut bahan.
Sebagai percobaan untuk menghadapi hujan, sengaja semua jendela tidak menggunakan kanopi sama sekali. Bahkan pada tampak depan kamar tidur utama, jendela dan dindingnya dibuat agak miring menghadap ke arah langit. Ternyata sampai saat ini, tidak ada masalah tampias atau bocor yang menembus jendela. Untuk menghadapi panas matahari, maka luas bukaan didesain secukupnya saja untuk menghemat biaya. Pada area depan rumah yang menghadap Timur, ditanam pohon kamboja yang sudah cukup tinggi untuk mengurangi panas matahari langsung. Kamar tidur sengaja didesain menghadap Timur agar pada pagi hari, cahaya matahari yang masuk melalui jendela depan akan membangunkan saya dan istri.


Pada mulanya rumah ini akan dibuat dari kontainer yang ditumpuk dua, diletakkan agak di tengah lahan, yang difungsikan sebagai ruang-ruang kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Sebelah kiri kontainer merupakan area jemur, garasi dan carport, sedangkan sebelah kanan kontainer merupakan area ruang keluarga dan ruang makan, yang idenya tinggal ditutup oleh atap yang menghubungkan kontainer dengan dinding benteng batas lahan sebelah kanan. Namun karen lokasi lahan di perumahan yang kecil, maka tidak memungkinkan untuk mobilisasi kontainer ke dalam lahan. Karena itu, desain kembali ke rumah dengan struktur beton, hanya saja proporsi dan organisasi ruang dipertahankan. Massa kontainer berubah menjadi massa abu dua lantai dengan ukuran denah 2.5m x 8 m, jarak lantai 1 ke lantai 2 hanya 2.5m mendekati proporsi kontainer. Pada lantai 1 massa abu terdapat kamar tidur anak, kamar mandi, dapur, dan kamar pembantu di belakang. Sedangkan pada lantai duanya merupakan kamar tidur utama dengan kamar mandi di dalam. Ruang-ruang tertutup ini dibuat sangat kompak untuk menghemat biaya dan memberikan kesempatan ruang keluarga dibuat cukup luas. Massa hitam dengan ukuran 4m x 8m difungsikan sebagai ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan, dengan balkon ruang kerja di atas ruang makan. Void yang besar di atas ruang keluarga membuat ruang menjadi lebih lega dan sejuk.
Dalam perkembangan desain, massa abu dibuat miring seperti kotak yang jatuh ke belakang, mengikuti kemiringan atap fiber semennya. Dengan demikian pintu masuk yang terletak di samping massa kotak hitam akan lebih terbuka. Dinding hijau di lantai dua dilepas 50 cm (melayang di atas carport) untuk menambah lebar kamar tidur utama. Dari luar, dinding hijau ini menjadi satu-satunya dinding yang dicat. Dinding massa abu merupakan acian ekspos, sedangkan dinding massa hitam ruang keluarga dibuat dari corrugated plester yang diberi water proofing hitam semacam bitumen.
Bukaan di depan rumah relatif sedikit supaya privasi terjaga, sebagai gantinya dibuat skylight dan bukaan besar ke taman belakang. Seluruh ruangan dari pagi sampai sore hari tidak membutuhkan lampu. Di antara kedua massa abu dan hitam diletakkan tangga melayang sebagai penghubung kedua massa. Di atas tangga melayang ini dibuat skylight dari glassblock yang disusun 1 garis. Pergerakan cahaya matahari yang menembus glassblock dari pagi sampai sore hari membuat berkas cahaya yang masuk seperti lukisan cahaya matahari yang hidup.
Material yang digunakan merupakan material alam yang relatif murah. Lantai 1 menggunakan floor hardener natural sedangkan lantai 2 menggunakan susunan marmer pecah sisa pabrik. Sebagian besar dinding dalam pun dibiarkan tanpa cat, sehingga tidak membutuhkan biaya pengecatan ulang. Untuk kemudahan perawatan, kusen-kusen jendela menggunakan alumunium kotak ukuran kecil 2.5cm x 5cm. Pintu-pintu dipasang tanpa kusen, hanya menggunakan penahan siku alumunium. Tangga beton melayang dilapis kayu pinus bekas peti kemas. Seluruh lantai 1 tidak menggunakan plafon, pelat beton lantai 2 diekspos tanpa difinishing.

Bentuk-bentuk kotak yang tegas di seluruh rumah diperlunak dengan kehadiran kolam ikan yang dipadukan dengan taman di depan rumah. Jembatan batu padalarang diletakkan seolah-olah melayang di atas kolam ikan. Untuk menambah suasana alam, dibuat air mancur di samping jembatan batu. Pengaruh iklim, cuaca, dan pergerakan cahaya matahari dapat dirasakan di dalam rumah. Kehadiran unsur-unsur alam secukupnya dengan penataan bukaan jendela atau skylight membuat suasana rumah menjadi hidup.

mei 2005
yu sing

RUMAH DAUR ULANG, dialog material kampung




Proyek : Rumah Pharmindo 2
Luas lahan/bangunan : 136.5 m2 / 125 m2
Tim Desain : Yu Sing, Benyamin Narkan, Teguh Radena

Rumah ini terletak di kawasan perumahan sederhana yang berada di daerah pinggiran kota Bandung dengan harga tanah masif relatif murah. Pilihan untuk tinggal di pinggiran kota merupakan pilihan sebagian besar masyarakat sebagai akibat melonjaknya harga tanah di kota. Rumah ini berupaya memberikan alternatif desain sebagai rumah murah dengan dana yang sangat terbatas dan kebutuhan ruang yang banyak, namun tidak mengorbankan kualitas ruang. Selain sebagai solusi desain akibat dana yang terbatas, rumah ini sebenarnya mencoba untuk memberikan pengertian dan contoh kepada masyarakat luas bahwa rumah yang nyaman tidak hanya bisa dimiliki oleh rumah-rumah yang luas. Bahwa kehadiran arsitek tidak selalu hanya bagi rumah-rumah mewah. Bahwa dengan biaya yang sama, apabila didesain dengan serius akan menghasilkan kualitas ruang yang jauh lebih baik daripada membangun rumah tanpa arsitek.
Karena itu, hampir seluruh material yang dipilih merupakan material murah yang umumnya dipakai pada ‘rumah rakyat’ yang biasanya tanpa bantuan arsitek dan banyak dipakai pada rumah-rumah dalam perumahan di mana rumah ini berada. Rumah pharmindo 2 ini memiliki kapling berukuran 10.5mx13m, dengan luas bangunan total 125 m2. Dengan luas rumah yang hanya 125 m2, masih dapat didesain 4 kamar tidur (luas kamar paling kecil 10m2 yaitu kamar tidur untuk 3-4 orang karyawan karena profesi pemilik sebagai pedagang masakan), 3 kamar mandi, dapur 12m2, balkon di depan dan belakang rumah, serta ruang keluarga yang berukuran 4mx7.5m (menyatu dengan ruang makan dan pantri) dengan pemandangan depan kolam waterfall dan taman kecil di belakang.
Pada awal desain, saya dan pemilik (ibu dan kakak saya) sepakat untuk menghilangkan ruang tamu dan garasi. Sebagai gantinya akan didesain teras yang cukup luas dan carport untuk 1 mobil. Selain itu, ketinggian lantai 1 ke lantai 2 didesain hanya 250 cm sehingga akan menghemat biaya pembangunan dan memperkecil area tangga. Supaya ruang-ruang tidak berkesan sempit, maka pencahayaan dan ventilasi semua ruangan sangat diutamakan dan pada ruang makan juga dibuat void. Selain itu juga disepakati rumah akan berbentuk kubisme supaya lebih sederhana dan karena pemilik sudah cukup banyak melihat contoh rumah-rumah seperti itu, salah satunya adalah rumah pharmindo 1 milik arsitek sekaligus anak kedua pemilik rumah ini.
Selanjutnya saya mulai menggubah komposisi massa-massa kotak yang saling bertumpang tindih , menembus (interlocking) dan melayang (kantilever). Rumah didesain hanya menempel batas kapling pada satu sisi agar didapatkan pencahayaan dan ventilasi alami untuk semua ruangan. Seringkali rumah-rumah tetangganya yang dibangun tanpa arsitek mengesampingkan hal ini, rumah dibangun memenuhi kapling yang ada, sehingga ruang-ruang yang diharapkan dapat lebih luas malah menjadi sumpek dan gelap tanpa pemandangan. Setelah bentuk rumah dipilih dari berbagai alternatif, barulah disesuaikan denahnya. Proses pencarian bentuk dan penataan layout ruang dapat dilakukan bolak-balik saling melengkapi. Dengan demikian ketika denah rumah sudah disepakati, maka dapat dipastikan bentuk atau tampak rumah sudah terencana dari awal, tidak dibuat-buat atau dipaksakan.
Material finishing yang dipilih merupakan material yang sangat sehari-hari dan mudah didapat, yaitu bambu, bata merah, konblok, kayu, dan semen. Dengan material-material tersebut sebagai finishing, suasana rumah akan menjadi seperti rumah kampung namun dalam bentuk yang modern. Karakter rustic akan membuat rumah menjadi homy, yang semakin lama digunakan akan semakin kental suasana rusticnya. Perawatan lebih mudah, karena tidak perlu serba mengkilap, hasil pembangunannya pun tidak perlu serba sempurna. Tumbuhnya lumut, keropos sedikit-sedikit pada konblok atau struktur beton yang dibiarkan telanjang, kusamnya kayu-kayu termakan cuaca akan membuat rumah semakin kampung dan merakyat.
Bentuk bangunan menampilkan komposisi empat massa kotak dengan material yang berbeda-beda. Dinding luar massa kotak 1 dilapis bilah bambu hitam. Massa kotak 2 kantilever di atas massa 1 – sekaligus menjadi kanopi buat teras pintu masuk di bawahnya – yang dindingnya dilapis potongan-potongan berbagai kayu keras yang merupakan kayu ‘perca’ sisa-sisa kusen yang dibelah dengan ketebalan 1cm, 2cm, 3cm. Kayu ’perca’ ini didapatkan dari suplier kayu dengan hanya membayar ongkos potongnya. Sedangkan massa kotak 3 menggunakan konblok ekspos dan diletakkan mundur satu meter di atas massa 1, untuk menciptakan ruang balkon. Atap rumah menggunakan zincalum, diletakkan bersembunyi di balik dinding massa 2 & 3, sehingga bentuk kubisme rumah tidak terganggu. Massa kotak 4 menempel di bagian belakang massa 1, dengan material acian semen ekspos yang sudah dicampur mil (campuran semen pada rumah-rumah di desa untuk mengurangi volume pemakaian semen) berfungsi sebagai balkon kamar tidur utama dan area penampungan air di atasnya.
Dinding-dinding pembatas lahan menggunakan bata merah ekspos. Dinding bata merah pada pagar depan dipadukan dengan tiang-tiang bambu haur supaya rumah tidak terlalu tertutup. Rangka kanopi area jemur dan dapur kotor menggunakan kayu dolken bekas perancah pada saat konstruksi. Teras dan kayu jendela menggunakan kayu kihiang yang merupakan kayu lokal Jawa Barat (sehingga cukup murah) dan cukup tahan terhadap cuaca tropis. Seluruh pintu tanpa kusen, sebagian pintu dan jendela menggunakan kaca nako yang sangat efektif untuk mengalirkan udara sebanyak mungkin ke dalam rumah, tanpa menghalangi ruang di depannya ketika dibuka. Kusen antar jendela hanya pada tiang vertikalnya saja. Pintu-pintu kamar menggunakan bambu yang dirapatkan dan ditusuk besi beton. Plafon lantai 2 menggunakan tripleks dengan ukuran kotak-kotak yang berbeda-beda dan dilapisi tipis-tipis wall sealer putih sehingga tekstur tripleks masih bisa terlihat. Plafon dan salah satu dinding kamar tidur ibu pada massa 2 menggunakan anyaman bilik bambu. Dinding bilik bambu ini dapat dibuka tutup, sehingga memiliki hubungan ruang dengan lantai 1, memudahkan ibu untuk berinteraksi dengan anggota keluarga lain di bawah. Seluruh bidang lantai dan dinding dalam lantai satu hanya menggunakan semen ekspos, sedangkan lantai dua menggunakan marmer ‘perca’ (sisa-sisa potongan pabrik) dengan ukuran 10x30 cm yang harganya lebih murah dari keramik.
Masing-masing tekstur dan warna berbagai jenis material yang dipakai ditampilkan sesuai aslinya. Suasana rumah dibentuk oleh tekstur dan warna materialnya itu sendiri. Eksperimen dalam desain rumah ini berfokus pada upaya untuk menekan biaya serta memanfaatkan material rumah kampung dan daur ulang sebagai sikap penghematan sumber daya alam, sekaligus diharapkan dapat menjadi alternatif sebagai ‘rumah rakyat’ kalangan menengah. Tanpa sadar, dalam mendesain rumah ini, saya terpengaruh oleh cita-cita almarhum ayah yang ingin punya rumah di desa. Dan akhirnya rumah kampung itupun dihadiahkan kepada sang ibu.
mei 2006,
yu sing









GEOMETRY DIALOGUE


Proyek : TK Internasional BPK Penabur
Tim desain : yu sing, ronald ardikrismanto, yohan tirtawijaya, teguh radena, asep
Luas Bangunan : 3.280 M2


Proyek ini merupakan hasil sayembara renovasi sekolah dari beberapa konsultan arsitektur di Bandung yang diundang oleh yayasan BPK Penabur. Renovasi sekolah menjadi TK untuk digunakan selama kurang lebih 5 tahun, yang kemudian akan dibongka
r kembali menjadi sekolah internasional dari TK sampai tingkat SMA.
Bangunan eksisting berupa sekolah tua yang dipertahankan, renovasi hanya pada bagian entrance [yang tampaknya sudah pernah direnovasi sebelumnya, karena itu tidak dirubah]. Ruang-ruang di daerah entrance dibongkar menjadi lobby yang lebih representatif. Ruang tata usaha dan ruang rapat dipindahkan ke lantai 2. Bangunan baru yang ditambahkan berupa perpustakaan dan kantin di sebelah kiri kanan aula eksisting, serta fungsi pendukung kolam renang, farm & pet centre, serta hospital centre di area selatan lahan. Desain bangunan baru berusaha menampilkan bentuk yang menggambarkan dunia bermain anak-anak. Sehingga karakter bangunannya tidak mengikuti karakter bangunan eksisting, tapi dibiarkan kontras untuk memperlihatkan proses perkembangan sekolah pada 2 masa waktu yang berbeda. Semua bangunan eksisting dicat monokrom putih keabuan, sedangkan bangunan baru yang ditambahkan di cat warna-warni, menegaskan konsep GEOMETRY DIALOGUE yang merupakan konsep dasar desain TK Internasional ini.

GEOMETRY merupakan penerjemahan bentuk2 yang paling sederhana yang mudah dimengerti anak tk.
DIALOGUE merupakan pendekatan untuk mengenal dan memahami dunia anak. Dunia anak digambarkan sebagai dunia yang bermain, penuh dengan tawa, rasa ingin tahu yang besar, belajar hal baru, dan senang bergerak. Desain bangunan diharapkan dapat menggambarkan sekaligus mewadahi dunia anak tersebut.
GEOMETRY DIALOGUE merupakan ekspresi bangunan , yang merupakan eksplorasi dialog antara bentuk geometris yang satu dengan bentuk geometris lainnya. Bentuk geometris yang dipilih yaitu kubus, silinder, dan kotak. Bentuk-bentuk ini merupakan bentuk yang relatif mudah dalam pemanfaatan ruangnya. Dunia bermain [anak] digambarkan melalui hubungan antara bentuk geometris, ada yang saling bertumpang tindih, melayang, menembus ruang lain, dan ada juga yang dirotasi 3 dimensi. Masing-
masing massa geometris diberi warna-warni ceria yang berbeda-beda.

Fungsi kantin dan galeri / mall centre di letakkan di sebelah barat aula, merupakan massa kubus merah melayang yang dirotasi 3 dimensi. Massa kubus berdialog dengan massa kotak biru fasade ramp yang mengikuti kemiringan ramp. Suasana inner court barat yang dinamis ini menggambarkan aktifitas fungsi-fungsi bangunannya. Selain kantin dan ramp, outdoor playground juga direncanakan di sini. Bangunan di inner court timur didesain lebih ‘diam’. Massa silinder kaca dan tangga melingkar menggambarkan proses belajar yang terus berkesinambungan, tidak pernah selesai. Tangga melingkar menuju ruang olahraga di lantai 2 diletakkan menembus massa computer centre hijau yang melayang di atas massa perpustakaan. Deretan horisontal pipa besi yang dirol menegaskan bentuk silinder sekaligus berfungsi sebagai pijakan untuk
membersihkan kaca. Kolam air mancur di sepanjang selasar aula menimbulkan suara gemericik air yang memberikan ketenangan. Warna-warna yang ‘teduh’ mewakili fungsi perpustakaan dan computer center di area ini. Lansekap pada inner court timur ini hanya ditanami pohon buah-buahan, bunga, dan rumput. Tata lansekap mengajak anak untuk mengalami banyak pengalaman baru. Unsur-unsur batu, kayu, air, logam, pohon, rumput, bunga memperkaya interaksi anak dengan lingkungan sekolah. Keseluruhan fungsi, bentuk, pemilihan material, warna, dan lansekap menciptakan lingkungan tk yang diharapkan dapat memperkaya pengalaman belajar dan merangsang daya kreatifitas anak.

desember 2005,
yu sing


BOX’s DIALOGUE
















Proyek : Rumah Bukit Sentul
Luas lahan/bangunan : 478m2 / 500m2
Tim Desain : GENESIS, Yu Sing, Ronald Ardikrismanto, Odang Hasbullah.


Rumah bukit sentul terletak pada lahan berkontur dengan view danau buatan di sebelah barat lahan. Sejak awal, Pa Odang Hasbullah –pemilik rumah ini- mengatakan bahwa dia tidak suka bentuk lengkung / profil sama sekali. Hal ini yang mendasari pemilihan bentuk kotak sebagai ekspresi rumahnya. Selain itu, beliau sudah mengutarakan keinginannya dengan sangat jelas termasuk membuat sketsa layout denahnya. Seperti misalnya: rumah akan menjadi split level mengikuti bentuk kontur lahan yang menurun ke belakang, kamar tidur utama akan berada di lantai level paling bawah di belakang lahan menghadap ke arah kolam renang, pada bagian depan lahan rumah didesain 3 lantai karena posisi lahan yang berada pada daerah cekungan dengan lingkungan sekitarnya yang berkontur,dan lain-lain. Penataan ruang-ruang yang dilakukan oleh Pa Odang sejak awal sudah baik, sehingga tim desain tinggal melanjutkan desainnya supaya rumah ini punya jiwanya.

Rumah dibuat split level mengikuti bentuk kontur tanah, dengan memiliki 6 ketinggian level lantai yang berbeda. Hubungan antar ruang didesain mengalir melalui jalur sirkulasi dan tangga yang diletakkan di tengah rumah supaya lebih efisien dan menjaga kedekatan antar ruang di dalam rumah ini. Selain itu yang menarik adalah jalur sirkulasi dan akses tangga di tengah rumah ini menjadi tempat bertemunya seluruh anggota keluarga ketika mereka keluar dari ruang aktifitasnya masing-masing.
Ekspresi rumah merupakan kumpulan 6 buah kotak ruang dengan 6 ketinggian level lantai yang saling berdialog. Masing-masing kotak ruang memiliki bentuk bukaan yang berbeda mengikuti fungsi ruang dalamnya namun tetap dijaga keharmonisannya. Komposisi dan volume kotak ruang yang dinamis ini memberikan kesempatan untuk membuat pencahayaan dan ventilasi alami ke dalam seluruh ruangan, apalagi cuaca di bukit sentul ini memang sejuk dan sangat minim polusi. Selain itu rumah ini juga berdialog dengan alam di luar rumah melalui bingkai-bingkai jendela dan bukaan yang berbeda-beda proporsinya. Sehingga di dalam rumah ini terdapat banyak ‘lukisan’ hidup pemandangan yang terus-menerus berubah-ubah sesuai dengan cuaca maupun pergerakan matahari.
Box kamar tidur tamu diberi atap datar sehingga didapat balkon yang luas menghadap ke arah danau. Balkon ini dapat berfungsi sebagai lounge untuk berbagai aktifitas melepas lelah, ngopi di sore hari, ataupun barbeque keluarga sambil menikmati pemandangan. Selain itu tangga di tengah rumah diberi selubung dari box kaca agar memiliki view maksimal ke arah danau dan memberikan pencahayaan alami ke bagian tengah rumah. Box ruang keluarga dan kamar tidur utama memiliki orientasi ke arah kolam renang di belakang lahan. Ruang tamu terbuka diletakkan di balik dinding batu acak susun sirih yang dialiri air, menyatu dengan teras tapi cukup privat untuk menikmati suasana lansekap rumah yang menyatu dengan danau.

januari 2007
yu sing


29.10.08

INSPIRASI LOKAL DALAM SEBUAH RUMAH

Proyek : Rumah Tanjung Mas Raya, Jakarta Selatan
Luas rumah / lahan : 232 m2 / 300 m2.
Tim desain : GENESIS : Yu Sing, Benyamin Narkan, Eguh Murthi Pramono, Iwan Gunawan.
Kekayaan Indonesia
Indonesia adalah negeri sejuta budaya. Keanekaragaman memang sudah menjadi kekayaan negara ini bahkan sejak belum bernama Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan jumlah pulau terbanyak, dan kemungkinan juga negara dengan jumlah budaya terbanyak. Demikian pula dengan arsitekturnya. Keanekaragaman arsitektur vernakular Indonesia merupakan harta melimpah yang dapat menjadi sumber inspirasi yang tidak ada habisnya. Ciri-ciri fisik, makna filosofis, adaptasi terhadap iklim, dan ornamen merupakan serangkaian harta karun yang masing-masing kekayaannya dapat menjadi sumber pembelajaran. Karena Arsitektur bukan melulu soal bentuk fisik. Namun entah mengapa, sepertinya harta karun yang melimpah ini kurang mendapat tempat yang terhormat di negeri sendiri. Padahal banyak negara lain yang iri akan kekayaan budaya yang dimiliki negara kita. Buku-buku tentang budaya maupun arsitektur tradisional Indonesia kebanyakan ditulis oleh orang asing. Dan sampai saat ini pun belum ada seri buku yang lengkap yang membahas semua budaya maupun arsitektur tradisional yang ada di Indonesia. Lain halnya dengan buku sejarah perkembangan arsitektur dunia yang dapat kita dapatkan dengan mudah. Barangkali akibat kurangnya tulisan tentang arsitektur tradisional Indonesia, perkembangan arsitektur Indonesia pun lebih banyak dipengaruhi oleh arsitektur negara Barat. Tentunya ini bukan sedang bicara mengenai benar dan salah. Tetapi mengenai pilihan dan penghargaan terhadap karya bangsa sendiri. Ketika isu motif batik kita dicuri oleh negara tetangga, barulah batik dicintai kembali untuk menjadi pakaian sehari-hari dari berbagai kalangan, dari anak-anak sampai orang tua. Padahal keindahan dan kekayaan batik sudah ada dari dulu. Mudah-mudahan jangan sampai arsitektur tradisional Indonesia dihak-patenkan oleh negara lain dulu, baru para arsitek Indonesia menghargainya.

Inspirasi Lokal
Berpijak pada pemikiran tersebut, saat ini GENESIS mengadopsi lokalitas sebagai salah satu sumber inspirasi dari karya-karyanya. Salah satunya adalah Rumah Tanjung Mas Raya ini. Desain rumah tinggal selalu menarik untuk digali karena sifat pribadinya untuk setiap pemilik, tantangan detailnya, suasana ruangnya maupun konteksnya (dana, lingkungan, iklim, filosofis). Sebelum memulai desain, perbincangan yang cukup mendalam tentang profil keluarga pemilik menjadi hal yang sangat penting agar desain rumah tinggal menjadi cerminan dari karakter pemiliknya. Melalui perbincangan awal tersebut, terungkap bahwa pemilik pernah diberikan desain dan revisi beberapa kali tetapi belum juga sesuai dengan keinginannya. Hal ini menjadi peringatan sekaligus tantangan bagi GENESIS bahwa pemilik memiliki tuntutan yang cukup tinggi dan kesungguhan dalam mewujudkan rumah impiannya. Memang sangatlah logis untuk berhati-hati dalam perencanaan desain dan pemilihan arsitek. Karena dalam pembangunan sebuah rumah tinggal akan dipertaruhkan sejumlah biaya yang tidak sedikit, sesuai kemampuan masing-masing pemiliknya. Kadangkala biaya tersebut merupakan hasil tabungan bertahun-tahun. Sehingga biaya jasa desain yang tepat dan sebanding dengan nilai rumahnya merupakan pilihan yang tepat.
Proses menemukan ‘karakter’ yang sesuai dengan pemilik rumah selalu menjadi kesenangan tersendiri. Di dalamnya terdapat unsur tebak-menebak, coba-coba, dan spekulasi. Bila salah menebak, bisa jadi klien mengurungkan niatnya untuk memakai jasa arsitek tersebut. Tetapi bila tidak berani berspekulasi pun, desain akan menjadi biasa dan kurang unik. Melalui berbagai pertimbangan, akhirnya kami memberikan proposal desain yang mengadaptasi beberapa prinsip arsitektur tradisional. Di antaranya adalah prinsip rumah panggung, bangunan lumbung di depan rumah, serta massa rumah yang tipis agar cahaya dan ventilasi alami dapat mengalir dengan lancar.

Penataan Ruang
Pemilik rumah merupakan pasangan muda dengan suku Batak dan Jawa, yang menjadi dasar bagi adaptasi desain rumahnya. Bagi penataan ruangnya maupun bagi perwujudan tampaknya. Proposal desain awal hanya berupa denah dengan penjelasan-penjelasan tentang penataan ruangnya. GENESIS memberikan usulan desain yang cukup berani buat sebuah rumah tinggal di atas lahan perumahan yang tidak terlalu luas. Lahan berbentuk kotak dengan ukuran lebar 15 meter dan panjang 20 meter menghadap ke arah Utara. Seluruh fungsi utama diletakkan dalam satu massa dua lantai di bagian belakang lahan. Massa tersebut berukuran 4m x 20m dengan orientasi utara-selatan agar terhindar dari panas matahari langsung. Massa rumah inti ini diletakkan dengan jarak 125 cm terhadap batas lahan belakang, dan diberi teras juga selebar 125 cm di bagian depannya. Ruang-ruang pada lantai satu merupakan ruang aktivitas bersama, seperti pantri, ruang makan, dan ruang keluarga yang didesain terbuka seperti pada bagian bawah rumah panggung. Sedangkan lantai duanya merupakan ruang-ruang privat, yaitu dua buah kamar tidur anak dan kamar tidur utama. Kamar tidur tamu mengambil sebagian ruang di lantai satu. Dalam perkembangan desain, ruang-ruang di pojok kiri dan kanan massa utama ini terpaksa harus menempel dengan batas lahan belakang, agar ukuran ruang lebih luas. Namun demikian pada bagian tengahnya tetap diberi jarak 125 cm sehingga cahaya serta ventilasi silang dapat mengalir ke semua ruang. Dapur diletakkan di bagian depan lahan terpisah dari massa utama, seperti rumah lumbung pada rumah-rumah tradisional beberapa daerah di Indonesia. Ruang-ruang servis diletakkan di atas dapur. Sedangkan garasi didesain berupa ruang terbuka yang multifungsi dengan pemandangan ke arah taman. Garasi hanya berupa halaman parkir / carport yang diberi atap kaca dengan plafon deretan batang bambu yang cukup rapat. Dalam fungsinya, garasi ini dapat menjadi ruang tambahan bagi rekreasi keluarga, seperti misalnya ruang bermain anak, atau tempat menyelenggarakan pesta kebun untuk berkumpul bersama keluarga besar.
Tampak rumah pada massa utama merupakan penyederhanaan dari atap rumah Batak, dengan bentuk atapnya yang menonjol. Sedangkan massa ‘lumbung’ dua lantai di bagian depan rumah diselesaikan sesederhana mungkin agar sosok rumah utama di belakangnya tetap menjadi yang utama. Massa lumbung hanya berupa massa kotak utuh dengan sedikit detail lubang-lubang pada sekeliling dinding lantai dua. Material utama dinding rumah ini berupa dinding bata merah ekspos yang merupakan material yang sangat mendasar dan tradisional. Tumbuhnya sedikit lumut pada dinding tidak menjadi pantangan karena karakter rumahnya yang natural.
Suasana Tempat Peristirahatan
Rumah ini didesain dengan memaksimalkan interaksi penghuni rumah dengan ruang luar. Semilir angin sepoi-sepoi, gemerisik dedaunan, lukisan bayangan matahari, nyanyian burung di pepohonan, gemericik air, atau paduan suara serangga di malam hari merupakan serangkaian pengalaman yang memanjakan tubuh. Memang pengalaman inilah yang biasanya kita dapatkan pada rumah-rumah tradisional di Indonesia. Kelelahan aktivitas perkotaan digantikan oleh suasana peristirahatan ketika kembali ke rumah. Taman di bagian depan rumah direncanakan berupa taman tropis yang rimbun dengan penanaman beberapa jenis sayuran. Sedangkan taman antara massa di dalam rumah direncanakan lebih banyak rumput dengan aksen beberapa pohon peneduh. Taman dalam merupakan halaman rumput yang cukup luas bagi anak-anak bisa berlari-lari bebas. Di antara dapur dan massa utama terdapat teras kayu yang cukup luas yang sengaja didesain sebagai ruang luar di antara taman dan bangunan. Sifatnya cukup privat untuk merasa berada di dalam rumah, tetapi juga cukup terbuka untuk merasakan suasana berada di alam terbuka. Teras kayu ini dapat berfungsi sebagai ruang makan informal, ruang meditasi, ruang baca buku, atau sekedar ruang untuk leyeh-leyeh menikmati cuaca tropis yang ramah dengan suguhan singkong goreng dan kopi tubruk.


september 2008
yu sing