30.10.08

RUMAH DAUR ULANG, dialog material kampung




Proyek : Rumah Pharmindo 2
Luas lahan/bangunan : 136.5 m2 / 125 m2
Tim Desain : Yu Sing, Benyamin Narkan, Teguh Radena

Rumah ini terletak di kawasan perumahan sederhana yang berada di daerah pinggiran kota Bandung dengan harga tanah masif relatif murah. Pilihan untuk tinggal di pinggiran kota merupakan pilihan sebagian besar masyarakat sebagai akibat melonjaknya harga tanah di kota. Rumah ini berupaya memberikan alternatif desain sebagai rumah murah dengan dana yang sangat terbatas dan kebutuhan ruang yang banyak, namun tidak mengorbankan kualitas ruang. Selain sebagai solusi desain akibat dana yang terbatas, rumah ini sebenarnya mencoba untuk memberikan pengertian dan contoh kepada masyarakat luas bahwa rumah yang nyaman tidak hanya bisa dimiliki oleh rumah-rumah yang luas. Bahwa kehadiran arsitek tidak selalu hanya bagi rumah-rumah mewah. Bahwa dengan biaya yang sama, apabila didesain dengan serius akan menghasilkan kualitas ruang yang jauh lebih baik daripada membangun rumah tanpa arsitek.
Karena itu, hampir seluruh material yang dipilih merupakan material murah yang umumnya dipakai pada ‘rumah rakyat’ yang biasanya tanpa bantuan arsitek dan banyak dipakai pada rumah-rumah dalam perumahan di mana rumah ini berada. Rumah pharmindo 2 ini memiliki kapling berukuran 10.5mx13m, dengan luas bangunan total 125 m2. Dengan luas rumah yang hanya 125 m2, masih dapat didesain 4 kamar tidur (luas kamar paling kecil 10m2 yaitu kamar tidur untuk 3-4 orang karyawan karena profesi pemilik sebagai pedagang masakan), 3 kamar mandi, dapur 12m2, balkon di depan dan belakang rumah, serta ruang keluarga yang berukuran 4mx7.5m (menyatu dengan ruang makan dan pantri) dengan pemandangan depan kolam waterfall dan taman kecil di belakang.
Pada awal desain, saya dan pemilik (ibu dan kakak saya) sepakat untuk menghilangkan ruang tamu dan garasi. Sebagai gantinya akan didesain teras yang cukup luas dan carport untuk 1 mobil. Selain itu, ketinggian lantai 1 ke lantai 2 didesain hanya 250 cm sehingga akan menghemat biaya pembangunan dan memperkecil area tangga. Supaya ruang-ruang tidak berkesan sempit, maka pencahayaan dan ventilasi semua ruangan sangat diutamakan dan pada ruang makan juga dibuat void. Selain itu juga disepakati rumah akan berbentuk kubisme supaya lebih sederhana dan karena pemilik sudah cukup banyak melihat contoh rumah-rumah seperti itu, salah satunya adalah rumah pharmindo 1 milik arsitek sekaligus anak kedua pemilik rumah ini.
Selanjutnya saya mulai menggubah komposisi massa-massa kotak yang saling bertumpang tindih , menembus (interlocking) dan melayang (kantilever). Rumah didesain hanya menempel batas kapling pada satu sisi agar didapatkan pencahayaan dan ventilasi alami untuk semua ruangan. Seringkali rumah-rumah tetangganya yang dibangun tanpa arsitek mengesampingkan hal ini, rumah dibangun memenuhi kapling yang ada, sehingga ruang-ruang yang diharapkan dapat lebih luas malah menjadi sumpek dan gelap tanpa pemandangan. Setelah bentuk rumah dipilih dari berbagai alternatif, barulah disesuaikan denahnya. Proses pencarian bentuk dan penataan layout ruang dapat dilakukan bolak-balik saling melengkapi. Dengan demikian ketika denah rumah sudah disepakati, maka dapat dipastikan bentuk atau tampak rumah sudah terencana dari awal, tidak dibuat-buat atau dipaksakan.
Material finishing yang dipilih merupakan material yang sangat sehari-hari dan mudah didapat, yaitu bambu, bata merah, konblok, kayu, dan semen. Dengan material-material tersebut sebagai finishing, suasana rumah akan menjadi seperti rumah kampung namun dalam bentuk yang modern. Karakter rustic akan membuat rumah menjadi homy, yang semakin lama digunakan akan semakin kental suasana rusticnya. Perawatan lebih mudah, karena tidak perlu serba mengkilap, hasil pembangunannya pun tidak perlu serba sempurna. Tumbuhnya lumut, keropos sedikit-sedikit pada konblok atau struktur beton yang dibiarkan telanjang, kusamnya kayu-kayu termakan cuaca akan membuat rumah semakin kampung dan merakyat.
Bentuk bangunan menampilkan komposisi empat massa kotak dengan material yang berbeda-beda. Dinding luar massa kotak 1 dilapis bilah bambu hitam. Massa kotak 2 kantilever di atas massa 1 – sekaligus menjadi kanopi buat teras pintu masuk di bawahnya – yang dindingnya dilapis potongan-potongan berbagai kayu keras yang merupakan kayu ‘perca’ sisa-sisa kusen yang dibelah dengan ketebalan 1cm, 2cm, 3cm. Kayu ’perca’ ini didapatkan dari suplier kayu dengan hanya membayar ongkos potongnya. Sedangkan massa kotak 3 menggunakan konblok ekspos dan diletakkan mundur satu meter di atas massa 1, untuk menciptakan ruang balkon. Atap rumah menggunakan zincalum, diletakkan bersembunyi di balik dinding massa 2 & 3, sehingga bentuk kubisme rumah tidak terganggu. Massa kotak 4 menempel di bagian belakang massa 1, dengan material acian semen ekspos yang sudah dicampur mil (campuran semen pada rumah-rumah di desa untuk mengurangi volume pemakaian semen) berfungsi sebagai balkon kamar tidur utama dan area penampungan air di atasnya.
Dinding-dinding pembatas lahan menggunakan bata merah ekspos. Dinding bata merah pada pagar depan dipadukan dengan tiang-tiang bambu haur supaya rumah tidak terlalu tertutup. Rangka kanopi area jemur dan dapur kotor menggunakan kayu dolken bekas perancah pada saat konstruksi. Teras dan kayu jendela menggunakan kayu kihiang yang merupakan kayu lokal Jawa Barat (sehingga cukup murah) dan cukup tahan terhadap cuaca tropis. Seluruh pintu tanpa kusen, sebagian pintu dan jendela menggunakan kaca nako yang sangat efektif untuk mengalirkan udara sebanyak mungkin ke dalam rumah, tanpa menghalangi ruang di depannya ketika dibuka. Kusen antar jendela hanya pada tiang vertikalnya saja. Pintu-pintu kamar menggunakan bambu yang dirapatkan dan ditusuk besi beton. Plafon lantai 2 menggunakan tripleks dengan ukuran kotak-kotak yang berbeda-beda dan dilapisi tipis-tipis wall sealer putih sehingga tekstur tripleks masih bisa terlihat. Plafon dan salah satu dinding kamar tidur ibu pada massa 2 menggunakan anyaman bilik bambu. Dinding bilik bambu ini dapat dibuka tutup, sehingga memiliki hubungan ruang dengan lantai 1, memudahkan ibu untuk berinteraksi dengan anggota keluarga lain di bawah. Seluruh bidang lantai dan dinding dalam lantai satu hanya menggunakan semen ekspos, sedangkan lantai dua menggunakan marmer ‘perca’ (sisa-sisa potongan pabrik) dengan ukuran 10x30 cm yang harganya lebih murah dari keramik.
Masing-masing tekstur dan warna berbagai jenis material yang dipakai ditampilkan sesuai aslinya. Suasana rumah dibentuk oleh tekstur dan warna materialnya itu sendiri. Eksperimen dalam desain rumah ini berfokus pada upaya untuk menekan biaya serta memanfaatkan material rumah kampung dan daur ulang sebagai sikap penghematan sumber daya alam, sekaligus diharapkan dapat menjadi alternatif sebagai ‘rumah rakyat’ kalangan menengah. Tanpa sadar, dalam mendesain rumah ini, saya terpengaruh oleh cita-cita almarhum ayah yang ingin punya rumah di desa. Dan akhirnya rumah kampung itupun dihadiahkan kepada sang ibu.
mei 2006,
yu sing









9 komentar:

irwan soetikno mengatakan...

proyek ini sangat menarik dan memberi inspirasi...

yu sing mengatakan...

terima kasih pak =)

afina mengatakan...

pak yu sing, saya suka sekali dengan desain2nya..
tapi saya ingin bertanya 1 hal..
dari karya2 bapak yang sudah terbangun, dan menggunakan material eksterior kayu ataupun bambu, bagaimana treatment sebelumnya dan maintenance-nya? terimakasih pak,, semoga saya terinspirasi...

yu sing mengatakan...

halo afina.
banyak cara mengawetkan bambu, bisa coba google.
prinsipnya menutup pori2 agar tdk ada kumbang bambu. bisa direndam pakai semacam larutan anti rayap, dengan buku2nya ditembus agar larutannya menyerap.
jaman dulu masyarakat merendam bambu di sungai/air mengalir selama 2-3bulan.
sesudah itu tinggal diplitur biasa saja,
kalau kayu, pakai kayu keras yg cukup tahan utk eksterior.

Herlina K mengatakan...

'karya seni' nya keren-keren mas yusing, andai nemu blog ini lebih dulu sebelum memulai renov rumah *sigh*

untuk pintu-pintu yang tanpa kusen, engselnya pakai engsel apa ya mas?
di artikel ttg rumah miring (rumah mas yusing) pengganti kusennya hanya dengan penahan siku alumunium, itu maksudnya gimana?

yu sing mengatakan...

kalau rumah ini pakai engsel pivot.
kalau rumah sy pakai engsel biasa yg difisher ke beton kiri kanannya. siku alumunium itu utk tahanan pintunya agar tidak terlalu swing sana sini tdk pas seperti pintu koboi.
semacam door stop. ya bisa juga tanpa siku alumunium tapi pakai door stop spt rumah ini

Anonim mengatakan...

kang yu sing
saya ingin membuat rumah panggung sederhana dibagian belakang rumah berbahan kayu pallet,yahh untuk antisipasi banjir.
menurut akang seberapa lama kayu pallet dapat bertahan terhadap kondisi cuaca,serta bagai mana agar kayu dapat lebih lama awetnya,benarkah dengan menggunakan oli bekas ,kayu pallet dapat lebih bertahan lama?
satu lagi kang
bagaimana kondisi suhu ruangan dalam rumah kayu dibanding dengan rumah berbahan bata?
hatur thankyou sebelumnya
{ ivo susilawati Bekasi )

Herlina K mengatakan...

makasih mas yusing sudah di jawab komen saya :)
untuk lantainya kan semen yah..itu gimana supaya bisa warna terang gitu mas?
kemaren saya coba jadinya abu2x gelap cenderung hitam ya mas..

btw terus terang, saya jadi menyesal telah 'merenovasi' tanpa arsitek :(

awalnya sih krn ga pede pake jasa arsitek karna budget renov cuma 25jt-an...

yu sing mengatakan...

krn semen biasa, memang lantai agak gelap kok.ini pengaruh fotonya diperterang aja.
kalau yg lbh terang bisa pakai floor hardener ada yg warna abu muda