3.2.14

wikasatrian, pelatihan kepemimpinan

karya ini adalah kelanjutan dari sayembara tertutup wika (wijaya karya) leadership center di pasir angin, gadog, bogor. Studio akanoma dipilih dari 5 tim konsultan arsitek lain untuk mengembangkan perbaikan desainnya. Setelah ditentukan bahwa proposal akanoma yang dipilih, memang banyak masukan dari pemberi tugas untuk memperbaiki proposal desainnya. Perbaikan utama ada mengenai ruang lingkup dan lokasi bangunan. Semula bangunan2 diusulkan di sekitar lembah dipindahkan ke bukit terdekat dari area parkir. Beberapa fungsi bangunan digabungkan dalam satu gedung agar menghemat anggaran dan ruang-ruangnya dapat segera digunakan.
Proposal perbaikan ini mencakup fungsi auditorium, ruang inovasi & cross culture, perpustakaan, & ruang sejarah wika yang multifungsi. Keistimewaan lahan yang dapat melihat cukup jelas 3 gunung di sekitarnya: gede, pangrango, salak diekspresikan ke dalam bangunan seperti gunung dengan 3 puncak di atasnya. Denah bangunan sendiri menyerupai sosok semar salah 1 tokoh punokawan.

berikut ini lampiran tulisan di majalah homediary edisi 1 tentang karya ini.
MENGEJAWANTAH
FILOSOFI PUNOKAWAN
Simbol, bentuk, dan komposisi bangunan ini selalu ingin menyiratkan makna agar nantinya bisa mewadahi pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.
Teks: Writer House | Fotografi : Bambang Purwanto | Arsitek : Studio Akanoma | Lokasi : Bogor

Wikasatrian adalah nama yang dipilih untuk memaknai keseluruhan aktivitas yang diwadahi oleh bangunan yang desainnya melalui sayembara desain. Bukan sekedar bangunan dengan ruang-ruang besar seperti kelas untuk mewadahi kegiatan pelatihan atau seminar disini, tetapi setiap fase ruang dalam bangunan dan ruang luarnya menyuguhkan satu sensasi ruang yang berbeda dan menggugah rasa.

Filosofi itu berangkat dari proses desain yang ingin menghadirkan karakter Indonesia yang sejujurnya tanpa harus menjadi artifisial yang secara acak mengambil elemen atau motif tradisional. Sayembara desain
bangunan ini dimenangkan oleh Studio Akanoma dengan arsitek Yu sing yang ingin sebuah bangunan yang artistik dan juga fungsional tanpa harus terjebak dalam tatanan dekoratif semata.

Sejak awal konsep kearifan Indonesia dipahami dalam tiga unsur utama, religiusitas, pengharkatan, dan pelestarian. Wijaya Karya sebagai klien yang menggagas bangunan ini tertarik dengan elaborasi konsep
Indonesia dan kreativitas yang dibuat oleh Yu Sing dan tim Studio Akanoma. Kearifan karakter Indonesia justru kemudian ditemukan pada wayang Punakawan yang juga memiliki kedalaman filosofi dalam
tingkah lakunya.

Seni bertutur wayang yang tidak ternilai muncul sebagai mahakarya kaliber dunia yang memiliki kedalaman nilai-nilai tentang kehidupan dan kepemimpinan. Makna itulah yang kemudian diwujudkan dalam bentuk bangunan berkarakter milik Wijaya Karya yang nantinya akan mewadahi kegiatan pelatihan-pelatihan karyawan dan juga publik. Fungsi pendidikan yang menemani proses berkembang dan memberikan
pengalaman itulah yang diemban bangunan yang dari jauh terlihat seperti sebuah bukit.

Wikasatrian ini secara lokasi dikelilingi oleh beberapa gunung seperti Gede, Pangrango, Gunung Salak, dan Gunung Geulies, sehingga konsep ring of fire memposisikan bangunan ini menjadi salah satu elemen alam yang terwujud dari lapisan-lapisan yang tidak memiliki kesamaan bentuk dan tidak sejajar sebagai representasi dari kreativitas yang tidak terbatas. Dari sinilah nama beberapa bangunanmenggunakan kata ‘giri’. Lokasinya di Desa Pasir Angin, Gadog, Ciawi, Jawa barat ini memberikan keleluasaan pemandangan dan luas lahan yang cukup lapang untuk mewujudkan ruang-ruang yang bisa dimanfaatkan secara aktif untuk
menempa pribadi. Secara fasilitas, terdapat enam wujud rupa bangun yaitu Giri Sasana, Giri Budaya, Giri Cipta, Giri Pustaka, Wana Arena, dan Giri Boga.

Selain bentuk gunung, filosofi semar juga secara mendalam diulik dalam proses desain. Ruang-ruang yang terwujud berupaya untuk tetap sederhana, matang, tidak menonjolkan diri, tetapi membangkitkan sensasi ruang yang megah dan anggun di dalamnya. Dekorasi bergaya Jawa menghiasi beberapa detail dan sudut ruang untuk menghadirkan sebuah apresiasi terhadap filosofi yang dimiliki oleh Semar.

Secara sekuens, arsitek berupaya menghadirkan sensasi unik yang bisa dirasakan oleh pengunjung dan pengguna bangunan di setiap bagian ruang serta memiliki pemandangan tersendiri yang menyegarkan. Hamparan halaman dengan rumput di sekitarnya tidak menghilangkan pohon-pohon peneduh yang juga dimanfaatkan untuk kegiatan pelatihan ruang luar atau outbond. 
























padalarang, 3 februari 2014
yu sing

2 komentar:

azrsyd mengatakan...

ala ala BIG gitu nih om.. oke sip

Unknown mengatakan...

keren ini konsepnya. smoga sukses terus dgn desain2nya.

monggo mampir
http://littlewawan.blogspot.com/2014/05/arsitektur-berkelanjutan-bangunan-hijau.html