2.4.12

saya suka bubur

Ya, saya suka aneka bubur dari berbagai daerah di indonesia, juga dari berbagai pedagang di mana saja. Terutama di bandung dan cimahi, karena saya tinggal di bandung coret alias pinggiran bandung alias cimahi. Saya suka bubur buatan ibu saya. Ayah (alm) dan ibu saya sejak awal saya kuliah sudah berjualan bubur di gor pajajaran bandung. Bubur akiong namanya.

Akiong diambil dari nama kakak saya. Ketika usaha ayah saya di bidang sablon bangkrut, kakak saya yang berbakat dagang (sejak smp berjualan apa saja di sekolahnya) segera dorong gerobak untuk jualan bubur. Dia tidak gengsi. Dia penuh semangat juang. Pacarnya kala itu juga ikut dorong gerobak. Tidak gengsi. Di dalam kompleks gor pajajaran kala itu, sudah ada beberapa lapak yang berjualan bubur. Tidak perlu menunggu lama, preman gor segera melarang kakak saya berjualan bubur di sana.

Ayah saya lalu datang membantu. Bicara baik-baik. Entah bicara apa, saya tidak ikut datang. Singkatnya, ayah saya bilang karena doa, segera saja kakak saya dapat sewa lapak di dalam gor pajajaran. Ayah saya yang bersyukur dan kagum atas perjuangan kakak saya, juga tidak gengsi segera ikut membantu jualan bubur.

Ayah saya ikut membantu mengolah resep-resep, yang entah dapat di mana, yang membuat bubur akiong dengan bumbu spesial taburan jahe goreng, menjadi berbeda dari lainnya yang ada di sana. Dan segera cukup banyak pelanggan setia. Kalau bukan karena kakak saya rela dorong gerobak, dan kalau saya tidak kuliah di itb yang waktu itu hanya rp 300 ribuan per semester, hampir dipastikan saya tidak bisa menikmati perguruan tinggi. Kakak saya sendiri tidak sempat kuliah. Padahal bakat seni ayah saya yang pelukis tidak terkenal diturunkan kepadanya daripada saya.

Ya, saya suka bubur.Sampai sekarang ibu saya masih berjualan bubur. Bukan karena itu, tetapi karena saya betul-betul suka. Selain bubur buatan ibu saya, saya suka beli bubur di mana saja. Dari bubur gerobak pinggir jalan yang harganya murah, sampai bubur di restoran yang mahal. Saya bersyukur lidah saya tidak manja. Kalau bukan karena sangat tidak enak, makan apa saja biasanya cukup enak dan enak sekali.

Beberapa bulan belakangan ini, ada penjual bubur gerobak baru di kompleks perumahan tempat saya tinggal. Tidak seperti kebanyakan penjual yang keliling kompleks, gerobaknya selalu mangkal di samping lapangan voli. Setelah sering lewat sana, akhirnya saya mencobanya. Ternyata buburnya enak. Lebih enak daripada bubur yang suka lewat depan rumah. (Walaupun lebih enak, saya tetap juga suka beli bubur keliling yang lewat depan rumah. Memang punya lidah yang tidak manja sangat beruntung.)

Sejak pertama beli, saya bilang ke penjualnya, buburnya enak. "Terima kasih. Semoga jadi langganan" katanya. Penjualnya seorang pemuda yang ramah. Mungkin seumuran kakak saya ketika mulai dorong gerobak dulu. Jam 9 saja biasanya bubur ini sudah habis. Berkali-kali saya beli buburnya untuk sarapan, sampai bertemu seorang pemudi cantik berjilbab ikut membantu jualan. Mungkin pacarnya atau istrinya. Sampai akhirnya yang berjualan tinggal si pemudi saja. Tanpa sang pemuda. Ternyata si pemuda (maaf saya suka lupa menanyakan nama orang karena sering sulit mengingatnya juga) sudah buka gerobak baru di tempat lain dalam kompleks yang sama. Bahkan katanya sekarang juga buka kalau malam hari. Bubur pagi dan malam.

Wah saya ikut senang lantas bersyukur dalam hati. Dalam waktu cepat bisa berkembang. Semangat mereka cukup istimewa. Mereka terlihat pemuda pemudi berpendidikan. Tidak gengsi dorong gerobak. Ya, mereka layak disebut sebagai wirausahawan-wirausahawati, yang jumlahnya masih sangat kurang di indonesia sampai harus dibuatkan iklannya khusus untuk mendorong semakin banyak wirausaha baru. Walaupun anehnya, pedagang kaki lima seperti penjual bubur gerobak itu, sering jadi korban gusuran dan umpatan.

Karena penjual kaki lima, kakak saya 'akiong', saya bisa lulus kuliah dan jadi arsitek seperti sekarang. Karena bubur, akhirnya ibu bersama kakak juga punya rumah sendiri karya desain saya, sayangnya baru bisa 5 tahun setelah ayah meninggal di usia 53 tahun, di hari ulang tahun ibu, karena kelelahan melawan kanker hati yang baru terdeteksi setelah stadium 4. Adik perempuan saya walau tidak kuliah tetapi lulus smk farmasi dan sempat jadi asisten apoteker. Saya tidak akan lupa perjuangan ayah (alm), ibu, dan kakak saya. Tulisan ini juga sebagai doa, agar pasangan pemuda pemudi penjual bubur gerobak yang enak itu makin laku dan mensejahterakan keluarganya.

Bedugul, 31 maret 2012
yu sing

2 komentar:

Aranolein mengatakan...

Hi Yusing, mampir ya. Saya senang sekali melihat desain arsitek akanoma yang brilian, dan numpang baca tulisanmu. Tetap rendah hati dan menginspirasi ya.

yu sing mengatakan...

makasih ya sudah mampir juga =)