Indonesia adalah negara dengan sejuta budaya. Keanekaragaman memang sudah menjadi kekayaan negara ini bahkan sejak belum bernama Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar (tapi bukan negara dengan jumlah pulau terbanyak), dan kemungkinan juga negara dengan jumlah budaya terbanyak. Demikian pula dengan arsitekturnya. Keanekaragaman arsitektur tradisional Indonesia merupakan harta melimpah yang dapat menjadi sumber inspirasi yang tidak ada habisnya.
Buku tentang arsitektur nusantara kini akan merupakan kumpulan karya arsitek indonesia (termasuk mahasiswa), yang mengangkat nilai lokalitas nusantara sebagai sumber inspirasi desainnya. Ini merupakan tanggung jawab yang besar dan proyek buku yang penuh harapan bagi kami para penyusun. Mudah2an menjadi catatan penting buat perkembangan arsitektur indonesia, dan bukan tidak mungkin menjadi rujukan arsitektur indonesia bagi dunia arsitektur global. Ini juga sebuah langkah menembus dinding, menulis tentang kekayaan (arsitektur) kenusantaraan oleh anak bangsa indonesia sendiri. Kita semua tahu bahwa tulisan2 bagus tentang budaya nusantara kebanyakan ditulis atau lebih dulu ditulis oleh orang-orang asing.Kontribusi rekan-rekan arsitek dan mahasiswa dalam mengirimkan karya kenusantaraannya kepada kami merupakan langkah penting bagi eksistensi arsitektur nusantara masa kini. kami menunggu kiriman karya dari rekan-rekan, sampai akhir februari 2009. mari menyongsong dunia arsitektur indonesia yang lebih bergairah dan penuh makna di masa depan.
Kepada seluruh rekan-rekan, melalui tulisan ini kami bermaksud untuk mengundang seluruh rekan-rekan arsitek untuk menjadi kontributor penerbitan sebuah buku arsitektur. Buku ini akan berisi tentang karya-karya arsitektur masa kini yang mengangkat/mengandung nilai-nilai lokalitas nusantara sebagai inspirasinya. Hal ini merupakan salah satu upaya kami untuk memasyarakatkan arsitektur dalam konteks kenusantaraan, menggali kekayaan arsitektur nusantara, sekaligus mendokumentasikan karya-karya para arsitek Indonesia yang mengangkat nilai-nilai lokal. Mudah-mudahan buku ini akan memberikan sumbangan catatan sejarah terhadap perkembangan arsitektur nusantara. Partisipasi rekan-rekan arsitek untuk menjadi kontributor sangat kami harapkan. Kami juga mohon bantuan rekan-rekan juga untuk menyebarkan undangan ini.
Penyusun : Josef Prijotomo, Galih Widjil Pangarsa, Yu Sing
Email : arsitektur_nusantara_kini@yahoo.com
Petunjuk pengiriman karya :
- setiap karya dikirimkan melalui email ke: arsitektur_nusantara_kini@yahoo.com
DAN dalam bentuk CD & hasil print dlm kertas A4 (yang berisi tim desain, penjelasan karya dan foto2/gambar2 dengan resolusi yang tinggi, dan data lengkap identitas pengirim) ke alamat: yu sing, jl.semar 34 bandung 40171, telp 022 6018247
(jadi ada 3 set materi yg perlu dikirimkan: email, CD&hasil print lewat pos)
- karya yg dapat dikirimkan adalah karya arsitektur yg berhubungan dengan nilai-nilai lokalitas terhadap konteks masa kini (lihat sinopsisnya pak josef prijotomo). Karya arsitektur dapat berupa proyek yang sudah dibangun, yang sedang dibangun, yang akan dibangun, maupun yang belum/tidak terbangun.
- max 1MB total utk setiap pengiriman email yg berisi 1 karya dengan isi penjelasan karya maupun foto2/gambar2nya (dalam email tidak perlu gbr lengkap, dalam cd gambar lengkap), file karya berupa pdf atau word, di dalam ukuran lembar A4
- tiap arsitek/tim/konsultan boleh mengirimkan lebih dari 1 karya
- judul file & email (subject) diatur sbb: fungsi bangunan - nama proyek - nama arsitek utama/tim/konsultan
(contoh: museum – sayembara museum tsunami aceh – ridwan kamil/urbane). utk proyek sayembara, di depan nama proyek ditulis keterangan sayembara.
- setiap karya yg masuk akan diseleksi oleh penyusun
Sinopsis : (dr pak josef prijotomo)
sinopsis lokalitas masakini [buram/draft] 1
sebuah tesa dilontarkan bagi penghimpunan karya-karya yang dengan nyata memperlihatkan kesertaan arsitektur nusantara oleh para arsitek masakini. Kesertaan arsitektur nusantara hanya dimungkinkan kalau dari para arsitek itu ada kemauan terlebih dulu, baru diikuti oleh kemampuan.
Ada kemauan untuk menyertakan kenusantaraan dalam karya rancang, itu kemauan yang pertama. Yang kedua, kemauan untuk meyakinkan klien bahwa penyertaan nusantara tidak menjadikan karya arsitekturnya kalah 'hebat' daripada karya yang tidak menyertakan nusantara.
kemampuan menyertakan sudah barang tentu tidak merupakan masalah besar karena dengan kemauan keras dari arsitek perancang, pengenalan dan pemahaman akan kenusantaraan ini akan dapat dengan mudah diterapkannya dalam rancangan. selanjutnya, meski kemauan menggeluti kenusantaraan telah dipenuhi, kemauan untuk berdialog dengan klien dalam menusantara adalah tantangan yang harus dihadapi arsitek. Ada saja arsitek yang mesti membuat pertimbangan-pertimbangan sehingga akhirnya harus mengurungkan niatnya untuk menggunakan kenusantaraan dalam arsitekturnya. Bersyukur memang, kalau menjumpai klien yang dengan penuh ikut mendukung niatan arsitek untuk menusantara dalam karya arsitekturnya.
harus diakui bahwa ihwal menusantarakan arsitektur adalah 'barang baru' bagi perjalanan arsitektur di Indonesia. Namun kalau kita mau menyetarakan kenusantaraan ini dengan keklasikan di arsitektur manca [=barat], kita akan menemui sejumlah publikasi hasil penelitian dan pengkajian atas arsitektur klasik yang disertakan pada garapan masakini, salah satunya adlah dari Robert AM Stern dalam bukunya yang berjudul Modern Classicism. Pada garisbesarnya, Stern mengenali pengklasikan di karya masakini dengan memeriksa intensitas keklasikan yang disertakan dalam garapan masakini. Di situ, keklasikan dipilah menjadi keklasikan yang indrawi (visual) dan yang tan-indrawi (non-visual, misalnya tatanan/order klasik). Dengan menggunakan hasil kerja Stern ini pula sebagai pembuka jalan, penghimpunan atas karya-karya yang menusantara ini dilakukan. Mengingat bahwa sasaran utama dari himpunan ini adalah untuk memperlihatkan kemampuan nusantara untuk disertakan dalam rancangan dan garapan masakini, maka yang diutamakan dalam suguhan di buku ini adalah kesertaan nusantara yang indrawi; sedang yang tan-indrawi masih belum disuguhkan.
dalam menimbang kesertaan nusantara, berikut ini akan (diusulkan untuk) dilakukan pemilahan sebagai berikut.
-kesertaan wujudiah - kenusantaraan dihadirkan sebagai 'copy' dan karena itu nyaris tak dilakukan pengubahsuaian (modification). Bisa saja merupakan penghadiran yang menyeluruh (misal, yang dilakukan Terry Farrell), bisa pula hanya fragmen atau segmen saja (misal, Charles Moore di Piazza d'Italia).
-kesertaan sosok - kenusantaraan 'ditangkap' sebagai semacam siluet saja, dan karena itu dapat dikatakan sebagai nusantara yang disuguhkan sebagai gubahan geometri dwimatra (dua dimensi). Misanya seperti yang dilakukan oleh Graves di Humana Building atau Robert Venturi di Vanna Venturi House.
-kesertaan kenangan - wujud atau sosok nusantara tidak tersaksikan, akan tetapi dengan menikmati penggunaan bahan, warna serta tekstur dapat dengan langsung membuat orang terkenang atau teringat pada kenusantaraan (misal, garapan aldo Rossi dan Mario Botta)
pasti akan ada komentar atau malah protes, mengapakah kenusantaraan yang ditangani di sini lebih tertuju pada rupa atau bentuk, dan tidak pada ruang arsitekturalnya. Terhadap komentar atau protes seperti itu, jawabannya adalah sebagai berikut. Rupa indrawi arsitektur merupakan gerbang bagi jelajah arsitektur yang lebih mendalam baik dalam skala masyarakat maupun dalam lingkup arsitek dan calon-calon arsitek; sedang ruang arsitektur merupakan gerbang bagi jelajah akademik dan eksklusif arsitek. sasaran utama memperlihatkan kemampuan nusantara untuk ikutserta dalam kehadiran arsitektur masakini diyakini juga jauh lebih berhasil bila diawali dengan mengapresiasi pesona indrawi arsitektur (bagaikan wanita, yang cantik lebih mampu menyedot perhatian daripada yang biasa-biasa saja). Sementara itu, sebenarnya perlakuan dan sikap yang setara atas ruang dan atas bentuk arsitektur (dan yang menempatkan bentuk saja) adalah sah-sah saja adanya, bukan? Hanya dalam sisi tinjau dan konteks yang tertentu saja ada yang meyakini bahwa ihwal ruang adalah yang pertama dan utama; sekali lagi, itu bukan satu-satunya sisi tinjau dan konteks.
7 januari 2009
yu sing