Cara alamiah atau sintetik.
Pertumbuhan penduduk dunia yang pesat mengancam banyak hal. Hutan berkurang. Pertanian menyusut. Sampai tahun 1950 penduduk dunia baru 2.5 milyar orang. Tiba2 di tahun 2015 sudah mencapai 7.3 milyar. Hanya dalam waktu 65 tahun peningkatannya hampir 3x lipat.
Kekurangan pangan dunia mengancam seiring lahan pertanian yang justru makin menyusut. Selain kebutuhan perumahan yang makin besar, manusia lebih terdorong untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daripada pertanian.
Pada era akhir presiden SBY, setiap tahun Indonesia kehilangan 100.000 hektar lahan pertanian. Walaupun pemerintah klaim telah kembalikan 60.000 hektar dengan membuka lahan pertanian baru, produktivitasnya masih diragukan. Food estate di ketapang kalimantan barat seluas 3 ribu ha, akan diperluas 20 ribu ha, dengan ambisi 100 ribu ha, yang dicanangkan menteri bumn pak dahlan iskan waktu itu, di tahun 2015 saya lihat ke sana dalam kondisi terbengkalai dan ditinggalkan. Habis semua dimakan hama belalang.
Asumsi bahwa jumlah produksi pertanian dengan cara organik tidak akan cukup menyediakan kebutuhan pangan, sejak dahulu telah dikembangkan aneka produk pertanian non organik. Bibit, pupuk, obat hama pertanian semuanya hasil buatan pabrik. Ada kepentingan korporasi besar. Saya lupa angkanya persisnya, mungkin sekitar 80% bibit tanaman pertanian di indonesia itu adalah hasil ekspor. Bisnis yang besar.
Jadi, selain lahan pertanian diancam oleh aneka pengembang dan korporasi investasi besar dan menengah dengan berbagai fungsi gaya hidup kekinian, lahan pertanian yang ada pun sejak jaman orde baru telah diambil alih oleh produk2 buatan, bergantung pada pupuk dan obat hama kimia. Apakah betul bahwa pupuk, insektisida & herbisida kimia hanya satu2nya harapan bagi pemenuhan kebutuhan pangan?
Masanobu Fukuoka (1913-2008), petani revolusioner dari jepang, mengembangkan pertanian alamiah yang volume produksi kebunnya bisa sama dengan produksi kebun yang dikelola tidak alami pada waktu itu. Masanobu adalah ilmuwan agrikultur dan mikrobiologis yang di usia 25 tahun keluar dari pekerjaannya karena tidak percaya bahwa agrikultur cara 'modern' adalah yang benar dan baik. Sejak itu masanobu bertani. Dan kini buku2nya, salah satunya 'revolusi sebatang jerami' menjadi inspirasi di seluruh dunia.
Insektisida kimia dapat menghindarkan tanaman dan sayuran dari hama2 serangga. Tapi kita juga tahu bahwa semua serangga ikut mati. Termasuk serangga2 pembantu petani, pemangsa hama alami. Pupuk kimia dan herbisida berlebihan juga membuat tanah menjadi keras. Cacing dan aneka hewan penyubur tanah tersingkir. Serangga cacing dll musnah. Burung2 kehilangan makanan. Ekosistem terganggu secara berantai.
Puncak kekagetan kondisi ini ditulis dalam buku ahli ilmu lingkungan, rachel carson, 1962 berjudul the silent spring. Setelah perang dunia ke 2 berakhir, sisa2 bahan2 perang spt mesiu dll masih melimpah. Pabrik kimia memutar otak membuat pabrik obat hama sintetik menggunakan bahan2 bekas perang itu. Dipakailah di amerika secara massal. Akibat penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan, membuat suatu masa musim semi tersepi. Tidak ada suara burung. Serangga lenyap. Kerusakan lingkungan meningkat cepat. Akibat buku ini penggunaan DDT dilarang.
Apakah dunia sudah sadar dan kembali ke cara2 alamiah dan organik? Masih jauh dari itu. Penelitian pertanian alamiah sepertinya kalah jauh tertinggal dari penelitian pertanian tidak alami. Ingat kepentingan ekonomi manusia lebih diutamakan. Pertanian alamiah berarti bibit alami yang bisa dibudidayakan petani tanpa terus beli. Pupuk alami berarti petani bisa buat sendiri. Obat2 hama alami berarti tidak bisa dikuasai pasar korporasi besar.
Saat ini telah lama berkembang bibit transgenik hasil rekayasa genetika. Monsanto adalah perusahaan amerika yang sangat besar dalam mengembangkan korporasi pertanian dengan bibit transgenik (gmo). Membuat petani bergantung sepenuhnya kepada monsanto dan perusahaan sejenis agar pertaniannya dapat panen dengan iming2 produktivitas yang tinggi dan pasti. Walau kenyataannya juga banyak yang gagal.
Indonesia juga membuka diri pada bibit transgenik ini.
http://www.kemenperin.go.id/artikel... .
Masih perlu banyak pertanyaan dan keraguan karena banyak aktivis lingkungan, pertanian, & kesehatan di seluruh dunia menolak bibit transgenik ini karena dampaknya yang bisa fatal buat kesehatan manusia bila dikonsumsi dalam jangka panjang. Tapi yang jelas dan pasti kebergantungan pada korporasi tidak mungkin bisa membuat petani berdaya dan menanjak kesejahteraannya, dibandingkan bila petani diajarkan pertanian alamiah dengan mandiri.
Kemandirian pertanian alamiah juga adalah jalan masuk kegotongroyongan bersama2 kelompok saling berbagi informasi. Hidup yang lebih berkualitas. Alam lingkungan yang lebih sehat.
Menghabiskan seluruh serangga tanpa pandang manfaatnya dalam ekosistem, adalah cara sangat kasar dan gegabah. Kita semua mungkin mudah setuju dalam pernyataan ini. Karena menyangkut hewan. Bukan dunia manusia. Lebih mudah diterima tanpa memihak. (soal perlu tidaknya obat hama kimia itu lain topik lagi. Prinsipnya serangga dan ekosistem lain tidak boleh dimusnahkan tentu semua setuju).
Tetapi berhubung profesi saya arsitek, saya juga melihat hal yang sama dalam dunia perkembangan kota. Manusia2 lemah miskin kecil digusur disingkirkan dengan cara tidak alamiah tanpa pandang bulu. Tidak dipilah pilah. Tidak diajak dialog dengan sungguh2, tidak seperti masanobu berdialog dengan alam dan kebunnya. Tidak melihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas, mengapa ada kumuh? Mengapa ada urbanisasi? Mengapa ada kemiskinan? Mengapa ketidakadilan sekian puluh tahun tidak diperhitungkan sebagai kegagalan yang harus diperbaiki?
Di mana2 terjadi di banyak kota besar.
Serupa seperti halnya pertanian, kepentingan ekonomi lebih utama bagi manusia daripada pertanian itu sendiri. Demikian juga dalam kasus2 penggusuran paksa. Tidak peduli kerusakannya pada banyak (mental) anak, pemuda, ibu, orangtua.
Akankah nanti kota2 maju ini menjadi kota2 mati? Seperti the silent spring?
20 april 2016.
yu sing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar